FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peta politik di Pilpres 2024 berubah sejak Kamis malam (31/8). Persisnya kabar bahwa Anies Baswedan menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai kandidat cawapres.
Parpol-parpol yang semula berada dalam komposisi koalisi Anies Baswedan dan Prabowo Subianto terlihat bersikap, terutama di Partai Demokrat.
Meski begitu, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo berpendapat, penentuan posisi cawapres tidak semata-mata karena faktor elektroral. Faktor elektabilitas hanya salah satu faktor untuk memenangkan pilpres 2024.
“Penentuan capres-cawapres untuk dapat memenangkan pilpres mendatang ditentukan oleh chemistry, saling melengkapi, dan logistik. Sehingga untuk dapat memenangkan capres dan cawapres harus dilihat secara utuh. Tidak sekadar elektroral sosok semata," ujar Ari Nurcahyo kepada wartawan, Jumat (1/9).
Ari menilai, masuknya Golkar, PAN dan Partai Bulan Bintang (PBB) di poros Prabowo membuat daya tawar Cak Imin menjadi cawapres makin berkurang di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Sebelum masuknya PAN dan Golkar di KKIR, Gerindra sangat tergantung kepada PKB. Karena untuk dapat mengusung Prabowo menjadi capres, Gerindra harus berkoalisi dengan parpol lain. Kini setelah Golkar dan PAN bergabung, Ari melihat posisi PKB sangat terjepit.
Dahulu ketika KKIR masih terdiri atas Gerindra dan PKB, permintaan PKB untuk menjadikan Cak Imin menjadi cawapres Prabowo tidak direspons dengan jelas. Apalagi saat ini ketika PAN bergabung degan KKIR dan mengajukan Erick Thohir yang memiliki elektabilitas tertinggi sebagai cawapres.