Polusi Udara, Pakar Sarankan Tiap Daerah Punya Penanda Warna untuk Memantau

  • Bagikan
ILUSTRASI: Suasana kota Jakarta diselimuti kabut polusi, Rabu (26/7/2023). Data situs IQAir Jakarta tercatat menjadi kota dengan kualitas udara dan polusi terburuk di dunia dengan nilai indeks 168. (Miftahul Hayat/ Jawa Pos)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menyarankan agar tiap daerah memiliki penanda warna yang jelas untuk memantau polusi udara.

"Sebenarnya kalau bisa ada penderajatan itu lebih baik. Penderajatan di aplikasi ponsel kita itu kan ada merah, kuning, hijau, dan sebagainya, ini belum disosialisasikan secara luas. Mungkin bisa dibuat itu (penanda), hari ini kecamatan ini sedang merah, hari ini kuning, kalau dibuat hari per hari, orang bisa mengikuti situasinya, bahkan mungkin kalau bisa dilakukan (penderajatan) tiap pagi atau sore,” kata Tjandra di Jakarta, Selasa.

Ia menyampaikan, apabila menggunakan angka atau indeks berupa angka, misalnya 150, maka masyarakat bisa bingung dan harus mencari tahu kembali, indeks kualitas udara yang normal ada di angka berapa.

“Memang saya tahu di beberapa tempat ada tulisan PM (particulate matter) 2,5 berapa, oksigen berapa, tetapi kalau begitu orang akan bingung lagi normalnya berapa? Jadi kalau pakai bendera warna yang dipasang secara konkret akan lebih memudahkan untuk dilihat dan bisa diletakkan di banyak tempat, sehingga warga kota bisa mengetahui di lingkungan sekitar situasinya seperti apa untuk menjaga diri lebih baik,” ujar dia.

Tjandra memaparkan, pada penelitian sebelumnya bisa dideteksi apabila ada orang yang terpapar polusi udara, ada berapa banyak yang terkena Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta berapa kerugiannya.

Penelitian terakhir yakni Air Quality Life Index, dengan acuan data tahun 2021, mengungkapkan bahwa usia harapan hidup bisa turun kalau masyarakat terus menerus terpapar polusi udara.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan