FAJAR.CO.IDK, JAKARTA -- Pakar bidang pencemaran udara IPB Ana Turyanti meminta masyarakat kurangi jumlah karbon atau gas emisi dari berbagai kegiatan (aktivitas) manusia pada waktu tertentu, terutama pada musim kemarau.
"Dari sisi aktivitas kita yang melepaskan emisi, coba kita sesuaikan dengan kondisi alam," ujar Ana di Gedung Nusantara V kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Menurut dia, penggunaan bahan bakar fosil dalam jumlah besar akan menambah lebih banyak pelepasan jejak karbon ke udara. Hal inilah yang membuat polusi udara meningkat tajam.
"Itu kemungkinan besar curah hujan berkurang sehingga berpotensi pencemaran udara," katanya.
Pasalnya, siklus alam menjelang Juli hingga Agustus memasuki musim kemarau, curah hujan sedikit. Dengan begitu, kata Ana, partikel polutan yang berterbangan tidak dapat luruh melalui bantuan air hujan.
Kondisi ini juga membuat materi partikulat atmosfer atau particulate matter (PM) 2.5 mengalami peningkatan. PM 2.5 adalah partikel polutan berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron
Namun, konsentrasi PM 2.5 2023 lebih rendah daripada 2019. Dia melihat penanggulangan polusi udara saat ini sudah mulai dijalankan.
Sebelumnya, pengamat sosial Universitas Indonesia Devie Rahmawati memandang perlu Pemerintah membatasi penggunaan kendaraan pribadi yang menjadi sumber polusi udara di Jakarta belakangan ini.
"Tingginya kepemilikan kendaraan bermotor ini harus dibatasi dengan sejumlah aturan pemerintah sehingga tidak menyebabkan meningginya emisi yang pasti mengakibatkan kualitas udara menjadi tidak sehat," katanya di Jakarta, Senin.