FAJAR.CO.ID-- Agenda pertemuan puncak antara pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin dinilai kontraproduktif untuk keamanan dan stabilitas di kawasan.
Menurut Profesor Choe Wongi, Kepala Pusat Studi ASEAN dan India di Institut Hubungan Internasional dan Keamanan Nasional Akademi Diplomatik Nasional Korea, pertemuan antara Kim dan Putin yang dilaporkan antara lain untuk membahas kerja sama keamanan dan perdagangan senjata, disebutnya “sangat tidak produktif dan berbahaya”.
“Program nuklir dan rudal Korea Utara menimbulkan masalah keamanan yang besar, tidak hanya untuk Korea Selatan tetapi juga seluruh kawasan Asia Timur termasuk negara-negara Asia Tenggara,” ujar Choe dalam lokakarya yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, pada Selasa.
Guna mengantisipasi ancaman Korea Utara yang semakin memperkuat kemampuan nuklir dan rudalnya, Korea Selatan merespons dengan membangun kerja sama keamanan dengan negara lain.
Sebagai negara yang turut mengadopsi Perjanjian Nonproliferasi Senjata Nuklir (NPT), Choe menegaskan bahwa Korea Selatan tidak dalam posisi ingin mengembangkan senjata nuklir untuk menyaingi kekuatan Korea Utara.
“Apa yang bisa kami lakukan adalah memperkuat upaya pencegahan terhadap ancaman dari Korea Utara. Itu lah alasan utama Korea Selatan berupaya memperkuat kerja sama keamanan, termasuk secara trilateral dengan Amerika Serikat dan Jepang,” kata Choe.
Dalam pertemuan di Camp David pada Agustus lalu, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol bersama Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida sepakat untuk meningkatkan kerja sama militer dan ekonomi guna menghadapi meningkatnya kekuatan China dan ancaman nuklir Korea Utara.