FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyampaikan hasil Muktamar ke-34 NU di Lampung pada 2021.
Salah satu pokok bahasannya terkait isu persoalan pengambilan tanah rakyat oleh negara.
Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla menjelaskan PBNU berpandangan bahwa tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha' (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram.
"Muktamar Ke-34 NU menetapkan bahwa merampas tanah rakyat adalah tindakan yang dihukumi haram menurut syariat. Tanah yang dimaksud di sini termasuk yang sudah ditempati rakyat selama bertahun-tahun, tetapi belum mendapatkan rekognisi status kepemilikannya oleh negara," ujar Ulil Abshar Abdalla dalam Konferensi Pers di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Penegasan ini sebagai respon terhadap peristiwa bentrokan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau antara warga dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Direktorat Pengamanan Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Bentrokan dipicu oleh penolakan masyarakat adat Pulau Rempang atas Pembangunan kawasan industri di lahan pulau seluas 17 ribu hektare. Proyek yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata itu merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2023 sebagai Rempang Eco City.
Bentrokan terjadi saat tim gabungan berusaha menerobos masyarakat yang berjaga di Jembatan IV Barelang Pulau Rempang karena menolak dilakukannya pengukuran dan pemasangan batok di wilayah tersebut.