FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Virus Nipah yang terjadi daerah Kerala, Indoa telah menelan korban meninggal 2 orang. Virus ini pun kini menjadi perhatian dunia termasuk di Indonesia.
Virus Nipah juga disebut NiV. Menurut Prof.dr.Zubairi Djoerban merupakan virus yang termasuk ke dalam genus Henipavirus dan famili paramyxoviridae.
Virus ini bukanlah virus yang baru ditemukan. Sebelumnya virus ini pertama kali terdeteksi di Malaysia dan Singapura pada tahun 1998-1999.
Di India sendiri telah dilaporkan sejak awal tahun 2023 ini. Tepatnya pada 4 Januari hingga 13 Februari 2023 di Bangladesh. Saat itu sudah terdeteksi 11 kasus. Sedangkan di Kerala sendiri ini telah dideteksi sejak 2018 lalu.
"Wabah terkini dilaporkan pada 4 Januari hingga 13 Februari 2023 di Bangladesh dengan 11 kasus. Sedangkan di Kerala, India, ini masuk wabah keempat sejak tahun 2018," ungkap Prof Zubairi dikutip Rabu (20/9/2023).
Bagaimana virus Nipah melakukan transmisi?
Menurut Prof Zubairi terdapat tiga cara transmisi virus Nipah diantaranya :
- Kontak Langsung
Transmisi atau perpindahan virus Nipah dapat terjadi dengan cara kontak langsung melalui cairan seperti darah, urin, air liur. Bisa juga berasal dari hewan seperti kelelawar atau babi.
- Makanan yang Terkontaminasi
Penyebaran virus Nipah ini dapat terjadi melalui konsumsi makanan atau buah yang telah mengalami kontaminasi dengan virus. Misalnya berasal dari cairan hewan yang terinfeksi.
- Kontak dengan Penderita
Virus ini bisa menyebar melalui kontak dengan orang yang terinveksi NiV. Hal ini dapat terjadi jika terpapar cairan dari tubub pasien seperti urin dan darahnya.
Lalu, apakah telah ada pengobatan untuk menangani virus ini?
Menurut Prof Zubairi hingga kini belum tersedia pengobatan yang memiliki lisensi untuk inveksi NiV. Pengobatan hanya dilakukan terbatas berupa perawatan suportif dan pada saat gejala muncul.
Saat ini pengobatan imunoterapi (monoclonal antibody therapies) baru memasuki uji klinis pertama.
Ada juga pengobatan antivirus remdesivir memang dapat dipakai. Tapi sebagai catatan, pengobatan ini hanya efektif pada primata bukan pada manusia.
Adapun Ribavirin telah digunakan untuk manusia seperti yang dilakukan negara Malaysia. Tetapi efek manjur atau tidak pada manusia belum jelas.
Apa yang harus dilakukan sebagai langkah pencegahan?
Sebagai seorang ahli, Prof Zubairi menyarankan untuk masyarakat kembali menggunakan masker. Hal ini karena penularannya bisa berasal dari droplet hingga sekresi pernapasan. Tapi, masyarakat diminta untuk tidak panik dan memaksimalkan upaya menjaga diri. (Elva/Fajar).