FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pengamat Psikologi Sosial Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr Basti Tetteng, menyebut, tenaga kerja Indonesia pada dasarnya tidak kalah dari tenaga kerja asing.
Hal itu, kata Basti, dilihat dari banyaknya karya anak bangsa yang berdiri kokoh di sepanjang bumi Nusantara.
Hanya saja, Basti enggan menyebutkan beberapa karya anak bangsa itu. Karena kesannya akan mengarah pada politik.
"Sebetulnya kan tenaga kerja Indonesia itu kalau kita perhatikan keahliannya dari kemampuan teknis sebetulnya tidak kekurangan kita," ujar Basti kepada fajar.co.id, Rabu (20/9/2023) malam.
Artinya, kata dia, tenaga kerja yang dimiliki Indonesia sebetulnya mampu bersaing dengan luar negeri.
"Ada banyak bukti di Indonesia, misalnya bangunan-bangunan, cuma kalau disebutkan jadinya politik. Jadi saya sebetulnya bukan soal rendahnya kualitas tenaga kerja kita, tapi persoalan kurangnya kepercayaan diri atau kepercayaan dari pemerintah," ucapnya.
Dijelaskan Basti, kekurangan pekerjaan Indonesia hanya pada kepercayaan diri. Selalu merasa kalah bersaing dengan luar negeri.
"Hanya saja, kalau bukan dengan tenaga kerja asing (Pemerintah) selalu mengatakan kurang, dan seterusnya. Ada juga kecenderungan kita pemerintah itu yang kita amati dia malah lebih banyak mendatangkan pekerja China ke Indonesia," ucapnya.
Dibeberkan Basti, mereka yang datang tersebut sejatinya hanya buruh biasa. Namun, sampai di Indonesia dianggap sebagai ahli pada bidang tertentu.
"Banyak yang datang, buruh loh malah dianggap ahli. Apakah Indonesia dianggap tidak mampu mengerjakan itu? Kan tidak," timpalnya.
Tambahnya, ada banyak perusahaan yang mendapat investasi dari China. Sebab, anggapan semua investor gaji Indonesia terbilang murah.
"Makanya mau berinvestasi di Indonesia. Soal pengalaman yang minim, karena selalu beranggapan pemerintah Indonesia itu ayo berinvestasi di sini, keuntungannya gaji buruh jauh lebih murah dibanding luar negeri," tukasnya.
Ditegaskan Basti, standar yang dimiliki Indonesia sejatinya sama dengan pekerja luar negeri. Namun, salah satu yang dijadikan patokan untuk mengundang investor, perbedaan gaji pekerja lokal dan asing.
"Kalau saya sih melihat sengaja dimurahkan. Kita sendiri yang membuat perbedaan-perbedaan," tandasnya.
"Harapan saya, lebih memberikan kesempatan pada muda-mudi bangsa untuk menunjukkan skillnya. Saya kira tidak susah mencari bakatnya," sambung dia.
Soal pekerja Indonesia yang selalu mau di zona nyaman, Basti mengatakan, setiap negara memiliki kulturnya sendiri dalam bekerja.
"Sosialisasi itu juga bagian dari kultur kita sebagai bangsa Indonesia. Kita tidak hanya berhubungan dengan pekerjaan tapi juga dengan teman kerja memiliki hubungan," imbuhnya.
Cuma memang pengkondisiannya, kata Basti, target produktivitas dalam bekerja itu harus menjadi perioritas utama.
"Relasi sosial, jadi orang Indonesia itu memang suka bercanda dengan teman kerjanya, itu kultur. Jangan dihilangkan karena bagian. Kita tidak berhubungan dengan mesin semata," Basti menuturkan.
Kalau lebih banyak bicara daripada bekerja, kata dia, mestinya tidak dilihat dari sisi negatifnya saja. Tapi dilihat pada sisi lain.
"Itu dijalankan untuk tetap menjaga relasi sosial. Karena Indonesia itu juga bagian dari peningkatan kinerja seorang pegawai apapun itu terkait dengan lingkungan sosial," tandas Dosen Psikologi UNM ini. (Muhsin/Fajar)