Sebelumnya, KPU menawarkan opsi metode penghitungan suara dua panel untuk pemilu 2024. Namun, menurut Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia, opsi tersebut punya beberapa konsekuensi.
Salah satunya, mengharuskan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menyiapkan perangkat pengawasan penghitungan suara dua panel.
"Bagaimana cara membagi satu pengawas melihat dua panel?" kata anggota DPR Fraksi Golkar tersebut. Dia pun mengusulkan kepada KPU agar tidak menerapkan metode penghitungan suara dua panel pada pemilu kali ini. Tapi pada pemilu berikutnya.
”Lebih baik pemilu 2024 ini kita samakan (dengan) yang kemarin (pemilu 2019), tetap satu panel,” imbuhnya.
Hasyim menjelaskan, opsi penghitungan suara model dua panel sejatinya disusun untuk mengurangi beban anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Metode tersebut diperuntukkan agar penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) bisa lebih cepat.
Namun karena DPR meminta untuk menggunakan metode satu panel, Hasyim pun sudah menyiapkan strategi agar kejadian meninggalnya ratusan anggota KPPS pada 2019 lalu tidak terulang.
Salah satu strateginya adalah memperhatikan usia dan kondisi kesehatan sebagai syarat anggota KPPS.
Dalam paparannya, Hasyim menjelaskan bahwa dua panel itu masing-masing untuk menghitung suara hasil pilpres dan pemilihan anggota DPD (Panel A). Kemudian untuk Panel B untuk menghitung hasil pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraeni menyatakan skema penghitungan suara dua panel memang berdampak pada berkurangnya akses masyarakat terhadap transparansi dan partisipasi untuk mengikuti seluruh penghitungan suara di TPS.