Alasan keempat adalah adanya akselerasi digitalisasi ekonomi dan keuangan Indonesia.
"Sejak 2019, Indonesia hanya memiliki 1 QR (Quick Response Code) yang adalah QR Indonesia Standard yang sekarang sudah dipakai oleh sekitar 45 ribu toko dan akan terus bertambah. Kami juga terus bekerja sama negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan sebentar lagi Filipina sehingga QRIS dapat digunakan untuk berwisata di negara-negara tersebut," ungkap Perry.
Dengan QRIS tersebut, Perry menyebut, maka dapat memperluas pasar dan teknologi finansial (fintech) maupun "e-commerce" yang saat ini tumbuh sekitar 53 persen.
"Bank Indonesia juga dalam proses untuk membangun mata uang rupiah digital," kata Perry.
Alasan kelima adalah perintah untuk melakukan pembangunan inklusif dan berwawasan hijau atau green development.
"Presiden Jokowi sudah memerintahkan kami termasuk duta besar untuk ikut berkontribusi dalam menghasilkan ekosistem ekonomi hijau dan inklusif termasuk pembangunan low carbon, pengurangan emisi dan tugas saya adalah menciptakan ekosistem ekonomi digital sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi hijau," tambah Perry.
Perry mengakui pengerjaan pembangunan berwawasan hijau tersebut tidak mudah tapi terus diupayakan.
"Kita sudah berinvestasi, tapi perlu meningkatkan lagi investasi, kita sudah berdagang tapi perlu lagi meningkatkan kerja sama," kata Perry.
China, menurut Perry, adalah mitra dagang Indonesia terbesar dengan ekspor Indonesia ke China adalah 23 persen dari total ekspor Indonesia dan impor dari China mencapai 27 persen dari total impor Indonesia. China juga negara asal Foreign Direct Investment (FDI) kedua terbesar dan asal wisatawan asing terbesar ketiga bagi Indonesia.