Bahkan sebaliknya, melalui UUD 1945 hasil amandemen tersebut, Indonesia terlihat telah menjadi negara yang berhaluan politik liberal yang didikte oleh Hukum Darwin, Survival of The Fittest, yang kuatlah yang menang dan menguasai segalanya. Akibatnya, kini Indonesia sungguh-sungguh berada dalam genggaman oligarki politik dan ekonomi yang telah melahirkan kesenjangan sosial ekonomi yang keempat terburuk di dunia, sehingga negeri ini terbawa pada ancaman disintegrasi.
Bertolak dari kenyataan itu, Forum Doktor dan Cendekiawan Indonesia menyampaikan sikap mendukung prakarsa dan upaya DPD RI untuk membangun kesadaran kolektif dengan menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa dengan cara kembali kepada UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.
Pertama, mendukung sepenuhnya prakarsa dan upaya DPD RI untuk membangun kesadaran kolektif dengan Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa dengan cara kembali kepada UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, untuk kemudian dilakukan Amandemen dengan Teknik Adendum.
Kedua, mendukung Proposal Kenegaraan DPD RI sesuai dengan Naskah Akademik yang berisi penyempurnaan dan penguatan sistem bernegara melalui Lima Usulan, yang secara garis besar adalah:
- Mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan. Yang menampung semua elemen bangsa. Yang menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.
- Membuka peluang adanya anggota DPR RI yang berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan selain dari anggota partai politik sebagai bagian dari upaya untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan kelompok partai politik saja. Tetapi juga secara utuh dibahas oleh keterwakilan masyarakat non-partai.
- Memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme pengisian dari bawah. Bukan penunjukan oleh Presiden seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama yang ada di Nusantara, yaitu para Raja dan Sultan Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara. Sedangkan Utusan Golongan diisi oleh Organisasi Sosial Masyarakat dan Organisasi Profesi yang memiliki kesejarahan dan bobot kontribusi bagi pemajuan Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan Keamanan dan Agama bagi Indonesia.
- Memberikan kewenangan kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR bersama Presiden sebagai bagian dari keterlibatan publik yang utuh.
- Menempatkan secara tepat, tugas, peran dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era Reformasi, sebagai bagian dari kebutuhan sistem dan struktur ketatanegaraan.
Ketiga, untuk menghindari pembahasan yang melebar dan terjadinya perubahan tanpa arah. Berikut lima butir kesepakatan dasar (common denominators) berkaitan dengan arah Amandemen UUD 1945 tersebut:
- Tidak Mengubah Naskah Pembukaan UUD 1945. Karena di dalam naskah
pembukaan UUD 1945 terdapat Falsafah dan asas serta ideologi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI, sekaligus tujuan kemerdekaan dan cita-cita negara. - Tetap Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak berdirinya negara Indonesia.
- Melakukan Amandemen dengan Teknik Adendum. Ini dilakukan dengan tetap mempertahankan Naskah Asli, BAB dan Pasal-Pasal UUD 1945. Naskah Adendum UUD 1945 diletakkan melekat pada naskah asli.
- Penjelasan dan Naskah Adendum UUD 1945 menjadi satu kesatuan Konstitusi, yang terdiri dari: Pembukaan, Batang Tubuh, yaitu BAB dan Pasal-Pasal, dan Penjelasan serta Adendum Amandemen.
- Memperkuat Sistem Pemerintahan Presidensial dalam Sistem Mandataris, dengan tetap menempatkan pelaksanaan kedaulatan rakyat sepenuhnya dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang merupakan penjelmaan seluruh elemen bangsa.