FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta tidak bermain politik dalam memutuskan gugatan syarat usia bakal calon presiden dan calon wakil presiden.
Kelembagaan MK dinilai dipertaruhkan, mengingat uji materi itu akan memengaruhi konstelasi politik pada Pilpres 2024.
Sebagaimana diketahui, MK dalam waktu dekat bakal memutuskan perkara tersebut. Sebab, persidangan terakhir
sudah tuntas pada 29 Agustus lalu.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Violla Reininda mengatakan, jika merujuk sikap sebelumnya, MK mengategorikan perkara itu sebagai kebijakan hukum terbuka. Artinya, itu menjadi kewenangan penuh DPR dan pemerintah untuk memutuskan di UU.
Namun, belakangan, pihaknya melihat sejumlah indikasi yang mengarah pada perubahan sikap MK dalam melihat perkara tersebut. ’’Ada potensi anomali putusan,’’ ujarnya.
Indikasi itu terlihat dari dua kasus. Pertama, pernyataan Ketua MK Anwar Usman terkait adanya kebutuhan kepemimpinan muda dalam sebuah acara di Jawa Tengah belum lama ini. Kala itu, Anwar mencontohkan sosok Nabi Muhammad dan Muhammad Alfatih sebagai contoh kesuksesan pemimpin muda.
Meski membantah berkaitan dengan pengujian UU, Violla menduga pandangan itu sebagai pendapat Anwar Usman yang tak bisa dilepaskan sebagai ketua MK.
Peristiwa kedua adalah putusan MK dalam perkara usia pimpinan KPK. Untuk kali pertama, MK menetapkan putusan terhadap norma yang bersifat kebijakan hukum terbuka.
Pakar hukum tata negara Charles Simabura menambahkan, upaya perubahan norma yang bersifat kebijakan hukum terbuka melalui jalur MK tidak tepat. Idealnya, itu harus dilakukan melalui pembahasan revisi UU.