FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Tim kuasa hukum mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, Junaidi Saibih menyebutkan bahwa mantan Direktur Keuangan PT Artha Mega Ekadhana (ARME) Rani Anindita Tranggani, yang kini menjadi penyelidik KPK merupakan pemegang kontrol keuangan PT ARME. Sebab, Rani pernah menjabat sebagai direktur keuangan sampai 2005 silam.
"Sejak pendirian hingga tahun 2005, saksi Rani menjadi direktur keuangan di PT ARME dan memiliki kontrol penuh atas akses seluruh lalu lintas uang. Tanpa persetujuan saksi Rani tidak bisa dikeluarkan uang dari perusahaan," kata Junaedi Saibih kepada wartawan, Jumat (28/9).
Rani sempat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara ini pada Rabu, 27 September 2023. Rani mengakui dirinya kini menjadi pegawai di KPK.
Dalam persidangan itu, Rani mengakui mengenal Rafael Alun sejak pendirian PT ARME. Sementara saksi Ujeng menyebutkan bahwa saat awal pendirian PT ARME, dirinya dan Rafael Alun sempat menghadap seseorang yang bernama Soeryoe Koesoemo Adji, yang merupakan orang tua dari Rani.
"Terungkap dipersidangan Pak Soeryo adalah ayah saksi Rani yang merupakan senior Terdakwa (Rafael Alun) di kantor Pajak, saat itu pejabat aktif dan mantan atasan terdakwa. Soeryo ingin merintis usaha untuk anaknya yang baru pulang sekolah dari Amerika yaitu saksi Rani Anindita," ucap Junaedi.
Junaedi mengutarakan, setelah pertemuan antara Rafael Alun, Ujeng, dan Soeryo itu disepakati berdirinya PT ARME. Junaedi pun mengakui, kepemilikan saham PT ARME mengatasnamakan Ernie Meike, istri Rafael Alun dan Rani yang merupakan anak Soeryo.
"Saham perusahaan tersebut dimiliki oleh terdakwa diatasnamakan Ernie Mieke sebanyak 56 lembar saham, Budi Susilo diatasnamakan istrinya Oki Hendarsanti sebanyak 56 lembar saham, Soeryo Koesoemo Adji diatasnamakan anaknya Rani Anindita sebanyak 56 lembar saham, selain itu ada juga FX Wijayanto Nugroho" ungkap Junaedi.
Junaedi pun mengungkapkan, pada 2006 terjadi perubahan pemegang saham PT ARME. Saat itu Rafael Alun keluar dari perusahaan dan sahamnya dialihkan ke Ujeng.
"Kemudian Saham atas nama Rani dialihkan ke ibunya yaitu Sri Laras Sutrawati, sedangkan saham atas nama Oki dialihkan ke Setyawan," papar Junaedi.
Namun, pada 2011 PT ARME dibubarkan oleh pemegang saham oleh Sri Laras Sutrawati, FX Wijayanto, Ujeng Arsatoko, dan Setyawan. "Pada pembubaran tersebut ditunjuk Saksi Ujeng Arsatoko sebagai likuidator," tegas Junaedi.
Sebelumnya, seorang pegawai KPK Rani Anindita Tranggani mengakui pernah bekerja sebagai anak buah, dari mantan pejabat Direktorat DJP Rafael Alun Trisambodo. Namun, itu dilakukan Rani Anindita sebelum berkarier di KPK.
Rani Anindita Tranggani pernah bekerja di PT Artha Mega Ekadhana (ARME) milik terdakwa Rafael Alun. Ia bekerja menjadi anak buah Rafael pada 2005 silam.
Hal ini terungkap saat Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa menanyakan atribusi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Rani Anindita Tranggani, lahir di Banyuwangi 22 Maret 1973. Pekerjaan Direktur Keuangan PT Artha Mega Ekadhana (ARME), pendidikan S1 Manajemen Keuangan. Benar?" tanya Hakim Suparman kepada saksi.
"Ya, dulu waktu di ARME sampai dengan tahun 2005. Sekarang saya di KPK, Yang Mulia," ucap Rani.
"Pekerjaannya maksudnya direktur keuangan?" tanya Hakim Suparman.
"Iya benar dulu," akui Rani.
"Sekarang?" tanya lagi Hakim Suparman.
"Sekarang saya di KPK Yang Mulia," imbuh Rani.
Dalam kasusnya, Rafael Alun bersama sang istri Ernie Meike Torondek didakwa menerima gratifikasi yang dianggap suap sebesar Rp 16,6 miliar terkait perpajakan. Penerimaan gratifikasi tersebut melalui PT Artha Mega Ekadhana (ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo.
Ernie merupakan komisaris dan pemegang saham PT ARME, PT Cubes Consulting dan PT Bukit Hijau Asri. Adik Rafael, Gangsar Sulaksono, juga menjadi pemegang saham di PT Cubes Consulting.
Rafael bersama Ernie juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam periode 2003-2010 sebesar Rp 5.101.503.466 dan penerimaan lain sejumlah Rp 31.727.322.416 serta periode 2011-2023 sebesar Rp 11.543.302.671 dan penerimaan lain berupa SGD 2.098.365 dan USD 937.900 serta sejumlah Rp 14.557.334.857.
Rafael menempatkan harta kekayaan yang patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan. Ia juga membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan roda dua dan empat, hingga perhiasan.
Rafael didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Rafael juga didakwa melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.(jpg/fajar)