Kawasan Industri di Sulsel Tersandera Masalah Kelistrikan

  • Bagikan
Bahtiar Baharuddin (Foto: Selfi/Fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kawasan industri di Sulsel masih sangat minim. Hal ini membuat roda perekonomian menjadi stagnan.

Saat ini di Sulsel, hanya ada satu kawasan industri yang sudah lama berjalan, yakni Kawasan Industri Makassar (KIMA). Itupun, luasnya yang sekira 200 hektare, mayoritas sebagai gudang penyimpanan barang. Alih-alih sebagai pusat produksi yang dapat menyerap tenaga kerja lokal.

Penjabat Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin mengaku miris melihat situasi tersebut. Ia yang pernah menjabat sebagai Pj Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) membandingkan, bagaimana pihak swasta yang sangat berperan dalam pendapatan asli daerah di sana. Sangat jauh dari apa yang terjadi di Sulsel saat ini.

Saat ini, ada dua kawasan industri yang sedang digarap oleh dua daerah, yakni Kawasan Industri Bantaeng dan Kawasan Industri Takalar.

Pada Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), terdapat investor PT Huady Nickel Alloy yang berkutat pada penambangan nikel di Bantaeng. Pengembangan KIBA ini kembali dipasarkan pada South Sulawesi Investment Forum.

Bahtiar mengatakan, sudah ada tiga investor lainnya yang ingin mengucurkan dananya. Namun terdapat kendala yakni soal kelistrikan.

"Masalahnya di Bantaeng saat ini adalah listriknya. Ada tiga investor yang tertunda, kekurangan daya listriknya satu juta watt," ucap Bahtiar, kemarin.

Ia mendorong agar pengelola kawasan industri selanjutnya dapat membangun infrastruktur penunjangnya sendiri, salah satunya soal kelistrikan. Sebab aktivitas pabrik dan mesin di kawasan industri sangat bergantung pada daya listrik yang sangat besar.

Pria berdarah Bone ini berharap, hal serupa tidak terjadi di Takalar. Semua infrastruktur penunjang mesti disiapkan sejak awal agar pembangunan kawasan industri tidak mandek.

Kawasan Industri Takalar (KITA) sendiri direncanakan akan dibangun di Desa Laikang, Kecamatan Mangarabombang, Takalar. Secara geografis, lokasinya berada dekat dengan garis pantai, dan membentang di wilayah perbukitan. Lokasi tersebut sudah dialiri listrik. Hanya saja, medan jalan masih perlu pembukaan.

Lokasinya berada sekitar 30 menit perjalanan darat dari jalan poros Jeneponto-Takalar. Ruas jalan masih cenderung sempit dan perlu perluasan atau pembukaan jalan baru yang lebih memadai.

Apalagi, KITA diproyeksikan sebagai lokasi pabrik pengolahan jagung dan rumput laut. Di mana dua produk tersebut memang menjadi profesi atau pekerjaan utama masyarakat Laikang.

Ia mendorong agar kemudahan investasi di Sulsel juga makin baik. Sebab, investor pasti mengincar proyek yang secara lahan sudah siap tanpa kendala.

"Kalau Anda ke Vietnam hari ini, pekan depan sudah bisa bangun pabrik. Kita lama sekali. Masuk hari ini, bisa dua tahun tidak selesai izinnya," tambahnya.

Ia yakin dengan KITA. Sebab lokasi tersebut sudah dialiri listrik, status lahannya sudah jelas, hingga tidak lagi ada penolakan dari masyarakat. Ini senada dengan semangat yang ia bawa, mengenai agar lahan-lahan tandus yang ada di Sulsel dialihkan menjadi kawasan produktif dan menjadi wadah perekonomian yang baru.

"Saya sudah imbau seluruh bupati dan wali kota di Sulsel. Apalagi yang memiliki pantai laut seluruhnya harus memiliki kawasan industri. Paling tidak 50 hektare, 100 hektare harus punya dia. Kalau tidak, daerah ini tidak akan maju kalau hanya mengandalkan APBD," tandasnya.

Penjabat Bupati Takalar, Setiawan Aswad mengutarakan, akses transportasi dalam kawasan, termasuk pelabuhan akan dibangun oleh pengelola kawasan. Sedangkan untuk areal sekitar dan menuju kawasan akan dibantu oleh APBD/APBN.

"Untuk listrik diupayakan oleh PLN, pihak swasta, dan atau diupayakan secara mandiri oleh pengelola kawasan dengan membangun pembangkit listrik tenaga bayu (angin)/surya/uap," ungkapnya.

Pogres pembebasan lahan juga sudah menunjukkan hasil. Total lahan yang akan dibebaskan sebesar 1.500 hektare. Pada tahap pertama ditargetkan 300 hektare, dan yang sudah dibebaskan yakni 115 hektare.

"PT KITA yang ditunjuk sebagai pengelola kawasan sedang mengurus proses Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI)," kata Setiawan.

Investasi pembangunan kawasan industri sekitar Rp2 triliun. Sedangkan untuk investasi dalam kawasan nantinya, punya potensi hingga ratusan triliun rupiah. (uca/yuk)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan