FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Rektor UMI nonaktif Prof Basri Modding masih menduduki gedung rektorat. Ada sejumlah preman yang berjaga-jaga di luar gedung.
Preman tersebut diperkirakan mencapai 200 orang. Mereka berjaga-jaga sejak Plt Rektor UMI Prof Sufirman Rahman dilantik kemarin, Selasa, 10 Okober.
Sementara Prof Basri tetap berada di dalam gedung rektorat dan mengklaim dirinya rektor yang sah. Hingga Rabu, 11 Oktober, para preman tersebut tetap berjaga di area gedung Rektorat UMI.
Prof Basri seharusnya legawa dan mengedepankan kepentingan Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Jangan sampai citra UMI jelek hanya karena persoalan mempertahankan jabatan. Sejumlah pejabat di UMI juga menyatakan mosi tidak percaya kepada Prof Basri.
Sebanyak 12 dari 14 penyelenggara program studi di UMI telah menyatakan mosi tidak percaya kepada Prof Basri Modding.
Dua penyelenggara program studi tidak bertandatangan adalah dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Hukum. Pimpinan mereka sedang di luar negeri.
Sementara Plt Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Sufirman Rahman fokus melakukan konsolidasi.
Pihaknya sudah berkomunikasi dengan para wakil rektor. Menurutnya, wakil rektor juga akan dinonaktifkan jika tidak mau bersinergi.
Rencana itu disampaikan atas persetujuan Pengurus Yayasan Wakaf UMI. Sufirman menegaskan bahwa yang dinonaktifkan adalah Prof Basri Modding. Sehingga, para wakil rektor diminta untukmembantu tugas Plt Rektor.
"Sudah dihubungi semua wakil rektor, intinya yang dinonaktifkan adalah rektor, dan mereka (wakil rektor) masih aktif,” jelasnya, saat ditemui di Jl Prof Abdurrahman Basalamah, Makassar, Rabu, 11 Oktober.
Prof Sufirman menambahkan, 12 dari 14 penyelenggara progran studi di UMI telah menyatakan mosi tidak percaya kepada Prof Basri Modding.
Menurutnya, mosi tidak percaya ini merupakan aspirasi dari pimpinan penyelenggara program studi.
Prof Sufirman juga mempersilahkan Prof Basri untuk melakukan gugatan di PTUN.
“Jadi begini Saya kira kalau dia mau tempuh PTUN, itu kan hak setiap warga negara yang dirugikan oleh sebuah keputusan penjabat publik itu untuk mengajukan gugatan,” tuturnya.
Menurutnya, menggugat di PTUN jauh lebih terhormat dibandingkan dengan memobilisasi preman. Diungkapkan, 200 preman yang dimobilisasi di sekitar rektorat diduga dibayar oleh Prof Basri.
Setelah pelantikan Plt Rektor UMI, banyak pria berpakaian preman di Menara UMI. Sedangkan Prof Basri tetap berada di ruangan Rektorat UMI.
"Saya kira itu lebih terhormat daripada memobilisasi preman. Ini yang ada di menara sekarang ini lebih 200 orang ini tidak ada mahasiswa biar satu, preman semua dibayar. Ini kan bukan cara-cara orang terpelajar,” tandas Direktur Pascasarjana UMI ini.(*/fajar)