FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Sebutan bangkrut yang disampaikan Pj Gubernur Sulsel, Bahtiar Baharuddin dalam rapat paripurna di DPRD Sulsel beberapa waktu lalu masih menjadi polemik.
Bahkan Fraksi Demokrat Sulsel secara tegas mengatakan menolak penggunaan istilah tersebut. Selain tidak tepat, kata bangkrut juga seolah menggambarkan daerah ini tidak bisa lagi berakselerasi sehingga mamin dijauhi oleh investor.
Wakil Ketua Fraksi Demokrat Sulsel, Andi Januar Jaury menjelaskan yang sesungguhnya terjadi adalah ketidakseimbangan antara pendapatan belanja serta kewajiban jangka pendek dan panjang. Di sisi lain, pendapatan melalui pajak dan sektor lain akan selalu masuk. "Makanya tidak pas bila dikatakan bangkrut," beber Januar, Jumat, 31 Oktober.
Diketahui bahwa penyebab utama dari ketidakseimbangan tersebut karena carry over, hutang dana bagi hasil (DBH), target yang tidak tercapai disusul rencana belanja yang tidak berimbang dengan kekuatan pendapatan. Meski demikian, potensi pendapatan terus berjalan normal dan bertumbuh yang berasal dari lima sektör pajak, aset, BUMD dan pendapatan lainnya yang sah.
"Istilah bangrut itu jika keadaan sama sekali tidak bisa lagi operasi serta hutang menumpuk, sementara gambaran fiskal Pemprov dari PAD yang diasumsikan sekitar 5 T mampu menutupi biaya operasional serta penyelesaian hutang," beber Jamuar..
Ketua Komisi C DPRD Sulsel ini mengatakan bahkan bisa saja kebijakan terarah ke arah membatasi belanja program dan kegiatan yang tidak mengurangi target Pembangunan dan pelayanan secara signifikan agar kondisi fiskal Sulsel berangsur pulih, normal.
"Kami Fraksi Demokrat DPRD Sulsel khawatir jika berita bangkrut yang viral ini mempengaruhi persepsi ekonomi di mata publik dan pasar," bebernya.
Pihaknya tak ingin Sulsel yang dikenal dengan ketahanan ekonominya akhirnya terkoreksi hanya karena penggunaan kata bangkrut tersebut.
Ia menyampaikan bahwa kekuatan belanja pemerintah menjadi salah satu elemen penguat domestik regional bruto yang saling terhubung dengan konsumsi rumah tangga serta investasi. Inilah komponen yang menjanjikan kebijakan ekonomi dalam menggenjot pendapatan perkapita, daya beli masyarakat serta iklim investasi.
Bahkan indikator makro menjadi bagian utama mendasari peletakan target-target untuk rencana pembangunan selanjutnya. "Jadi di sini keadaan fiskal Sulsel bukan bangkrut, tetapi memerlukan komitmen bersama untuk penyehatan hingga normal kembali," bebernya. (nasrun)