Pakar Hukum Sebut Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres Gambarkan Adanya Perdebatan Alot antar Hakim

  • Bagikan
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) berbincang dengan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) saat memimpin jalannya sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/8/2023). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan ahli pihak terkait Perludem dan keterangan pihak terkait lainnya. ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym. (ANTARA FOTO/RENO ESNIR)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi mengenai batas usia capres dan cawapres menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah menggambarkan perdebatan alot di antara hakim.

"Putusan yang mengabulkan syarat alternatif pernah atau sedang menjadi kepala daerah juga menggambarkan perdebatan alot di antara hakim," kata Bivitri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sebab, kata dia, ada dua hakim konstitusi yang menyatakan argumen berbeda tetapi kesimpulan sama (concuring opinion), dan empat hakim konstitusi yang menyatakan berpendapat berbeda (dissenting opinion).

"Memang pada akhirnya posisi 5-4 tidak mempengaruhi kekuatan putusan. Putusan itu tetap harus dilaksanakan sesuai amar putusan. Tetapi dinamika itu, ditambah dengan pendapat berbeda dari hakim Saldi Isra yang menyorot penalaran hukum yang tidak wajar menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang tajam dan menguatkan karakter politis putusan itu," ucapnya.

Dia memaparkan bahwa ada tiga pola dari tujuh perkara menyangkut batas usia capres dan cawapres yang diputus oleh MK pada Senin (16/10), yakni (1) batas umur saja untuk perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI); (2) disamakan dengan penyelenggara negara untuk perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda dan perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan kepala daerah; (3) serta disamakan dengan jabatan yang dipilih melalui pemilu (elected officials) lainnya, termasuk di level daerah.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan