Langgar Dua Pasal di UU KPK, Firli Bahuri Berpotensi Tersangka

  • Bagikan
Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.
Mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, melakukan pemeriksaan saksi kasus dugaan pemerasaan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) secara maraton. Kali ini giliran eks Wakil Ketua KPK Saut Situmorang 2015-2019.

Saut Situmorang memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan sebagai saksi ahli dalam kasus tersebut. Saut sendiri tiba di Mapolda Metro Jaya sekitar pukul 10.00 WIB.

"Iya saya datang sebagai saksi ahli. Walau gak ahli banget. Tapi, mungkin penyidik anggap ahli, oke silahkan," kata Saut, Selasa, 17 Oktober.

Saut juga menegaskan kedatangannya juga bukan untuk membuka secara gamblang kasus pemerasan yang melibatkan pimpinan KPK tersebut.

"Bukan soal buka-bukaan, kayak ada yang ditutup-tutupi ? Kayaknya gak ada yang ditutupi di sini. Itu menghalangi penyidikan, " terangnya.

Dalam hal ini, Saut justru mendorong Polda Metro Jaya menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan mantan Mentan.

"Ya kalau gue kemari enggak ditersangkain, ya sia-sia gue ke sini. Mending gue di rumah saja ngomong sama lu, sama media, ke mana-mana teriak-teriak," katanya.

Saut juga menyoroti beredarnya foto Firli Bahuri yang bertemu dengan SYL di sebuah GOR badminton. Saut menegaskan pertemuan itu melanggar aturan pimpinan Korps Antirasuah.

"Enggak boleh, itu pidananya di situ (Pasal) 36 dan 65 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)," tegas Saut.

Menurut Saut, Firli Bahuri harus dikenakan sanksi etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK, bila paham dengan undang-undang. Sebab, kata dia, dalam regulasi itu ditegaskan ada lima tugas Dewas KPK. Yakni integritas, sinergitas, profesional, kepemimpinan dan keadilan.

"Jadi profesional enggak ini pimpinan ketemu sama orang yang berperkara? ya berarti melanggar kan, harusnya komisi etiknya bekerja dong," ujar Saut.

Apalagi, kata Saut, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto telah menangani kasus dugaan pemerasan tersebut. Terlebih, kasusnya sudah naik ke tahap penyidikan.

"Makanya, saya enggak mau. Karena itu lah kita hadir di sini, untuk menjelaskan membantu pemikiran dari pengalaman saya seperti apa sebenarnya filosofi Pasal 36 dan 65 itu sebenarnya yang dimaksudkan dengan dimulainya perkara yang ditangani KPK," tutur Saut.

Dijelaskan dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung.

Khususnya, dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan apa pun.

Sementara itu, Pasal 65 UU KPK menyebutkan setiap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Sementara, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK ke SYL telah menjadi perhatian publik. Polda Metro Jaya diperintahkan agar prosesnya ditangani secara profesional.
"Dalam setiap tahapannya didampingi Bareskrim dan Propam, saya minta turun," ujarnya.

Dia meminta agar semua hasil penyelidikan dan penyidikan dalam kasus tersebut bisa dipertanggungjawabkan. Serta, membuka ruang untuk bisa diawasi eksternal dan bahkan disupervisi KPK. "Pesan saya tangani secara cermat dan tidak arogan," jelasnya.

Apakah kasus pimpinan KPK itu yang dimaksud Firli Bahuri? Kapolri menjawab bahwa pertanyaan tersebut terlalu teknis. Yang pasti, sudah diinstruksikan ke jajaran untuk ditangani dengan baik.

"Saya minta bisa dipertanggungjawabkan," urainya ditemui di Monumen Nasional (Monas).(*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan