Jika Mangkir Lagi, Polda Metro Jaya Bisa Jemput Paksa Firli Bahuri

  • Bagikan
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. (DERY RIDWANSAH)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Setelah mangkir pada pemanggilan pertama Jumat pekan lalu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri kembali dijadwalkan diperiksa penyidik Polda Metro Jaya, Selasa, 24 Oktober. Surat panggilan kedua itu sudah dilayangkan dan diumumkan kepada publik.

Sebagai orang nomor satu di lembaga antirasuah, Firli Bahuri diharapkan banyak pihak untuk kooperatif, sebagaimana apa yang selama ini didengungkan KPK saat memanggil pihak yang berperkara untuk diperiksa di lembaga yang dimpimpinnya.

Merespons pemanggilan kedua Firli Bahuri oleh penyidik Polda Metro Jaya itu, mantan pegawai KPK, Yudi Purnomo ikut memberi komentar. Dia menilai, mangkirnya Firli Bahuri pada kesempatan pertama pekan lalu, bisa menjadi sebuah hal memalukan bagi muruah KPK sebagai lembaga penegak hukum.

Karena itu, KPK kata Yudi Purnomo memiliki tanggung jawab moral untuk menghadirkan Firli Bahuri di Polda Metro Jaya.

“Apalagi ketidakhadiran Firli disampaikan ke publik oleh Nurul Gufron yang merupakan wakil ketua KPK, bukan Firli Bahuri sendiri. Oleh karena itulah, maka Pimpinan KPK bukan hanya menyampaikan ketidakhadiran Firli kemarin Jumat, tapi juga harus kooperatif menghadirkan Firli Bahuri ke Polda Metro Jaya agar tak mangkir lagi,” kata Yudi.

Diketahui, Firli Bahuri terseret kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. SYL sendiri saat ini ditahan KPK dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.

Yudi lebih lanjut menjelaskan, tidak ada alasan lagi bagi Firli untuk mangkir saat dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Namun jika kembali mangkir, maka penyidik sesuai aturan KUHAP bisa langsung membawa paksa Firli Bahuri di manapun posisinya berada.

Yudi menambahkan, berdasarkan pengalamannya ketika menjadi penyidik KPK, saat mengusut kasus korupsi di suatu lembaga negara, lembaga negara tersebut kooperatif untuk menghadirkan saksi-saksi dari internal mereka yang dipanggil oleh Penyidik. Berdasarkan hal itu, maka menurutnya KPK pun harus seperti itu.

Yudi mengingatkan, siapapun yang merintangi upaya penyidikan polisi bisa dikenakan pidana sesuai Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun. Oleh karena itu, Yudi berharap semua pihak kooperatif agar penuntasan kasus ini cepat rampung sebagai bagian upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Sebelumnya, Subdit Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya resmi menaikan status perkara dugaan pemerasaan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke tahap penyidikan. Artinya ditemukan unsur pidana dalam kasus ini.

Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengatakan, keputusan ini diambil oleh penyidik setelah melakukan gelar perkara pada Jumat (6/10). Penyidik juga telah memeriksa 6 saksi dalam perkara ini.

"Dari hasil gelar perkara dimaksud selanjutnya direkomendasikan untuk dinaikan statusnya penyelidkan ke tahap penyidkkan," kata Ade Safri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (7/10).

Dalam perkara ini diduga terjadi pelanggaran Pasal 12 huruf e atau pasal 12 huruf B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 29 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncti Pasal 65 KUHP.

"Akan diterbitkan surat perintah penyidikan untuk melakukan serangkaian penyidikan guna mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana terjadi dan menemukan tersangka," jelasnya. (jpg/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan