"Isu yang bisa menarik perhatian pemilih yang tidak berbasis wilayah atau kelompok," tukasnya.
"Selama ini kan yang cukup jadi (perebutan) Nahdlatul Ulama (NU), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Barat (Jabar) dan kemudian luar Jawa," sambung dia.
Dituturkan Sukri, Gibran berbeda dengan tokoh yang dipinang Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
Bisa dikatakan, Gibran masih orang baru di dunia politik dibanding para seniornya yang bakal menjadi lawan politik di Pilpres 2024.
"Ini ketika Gibran diambil Prabowo, dianggap tidak mengakar seperti tokoh yang lain. Tetapi karena ada Jokowi di belakangnya maka orang akan mengaitkan dengan pendukung-pendukung Jokowi," ucapnya.
Menurut Sukri, orang-orang akan berasumsi sebagai seorang ayah, tidak akan tega melihat anaknya berjuang dan bersaing sendiri.
"Karena orang mengasumsikan tidak mungkin ada orangtua yang melihat anaknya bersaing sendiri. Apalagi ketika ini direstui (Jokowi). Kecuali ada hal lain yang dihitung tapi saya kira itu tidak mungkin," katanya.
Dibeberkan Sukri, dengan dipilihnya Gibran sebagai bakal Cawapres, maka akan ada basis-basis non kewilayahan yang akan bergerak secara dinamis.
Basis-basis itu disebutkan Sukri, merespons kondisi ketika Gibran betul-betul mendaftar bersama Prabowo.
"Selain basis yang ada selama ini, di Jateng tentu selama diklaim Ganjar dan PDIP, kalau Gibran masuk, suka atau tidak suka tentu akan ada basis yang bergeser," ungkapnya.
Hal yang sama terjadi di Jatim, Sukri melihat paling tidak ada yang bergeser. Begitupun di Jabar dan seterusnya termasuk di luar Jawa.