FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Korupsi merupakan salah satu masalah besar yang menghambat pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia.
Pemerintah dan lembaga-lembaga penegak hukum pun telah memprioritaskan pemberantasan korupsi melalui proses hukum pidana.
Namun, penerapan hukum pidana tersebut tetap harus dilaksanakan secara hat-hati dan bijaksana, terutama terhadap proyek-proyek pemerintah yang diduga bermasalah tapi pekerjaanya masih belum selesai.
Kuasa hukum Galumbang Menak Simanjuntak (mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk), Maqdir Ismail mengatakan jika sudah saatnya Indonesia mulai mengkaji ulang terhadap cara pemberantasan korupsi.
Khususnya terhadap pekerjaan atau proyek pemerintah yang sedang diselesaikan atau masih belum selesai.
Menurut dia, jika ada dugaan pelanggaran atau penyimpangan dalam proses pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, maka penanganan hukumnya tidak mengedepankan proses hukum pidana dengan ancaman hukuman penjara, tetapi diselesaikan terlebih dahulu dengan hukum administrasi dan perdata.
“Hal ini mengingat hukum pidana merupakan ultimum remedium, yaitu hukum yang digunakan sebagai upaya terakhir jika tidak ada cara lain untuk menyelesaikan suatu perkara,” kata Maqdir dalan keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (28/10/2023).
Ia menambahkan, dengan menggunakan hukum pidana sebagai alat pemberantasan korupsi, maka bisa berimplikasi negatif terhadap para pelaku usaha dan perekonomian nasional.
Selain itu, hukum pidana juga berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) jika tidak diterapkan secara adil dan proporsional.