Langkah politik Jokowi ini membawa efek baik. "Ini menjadi komitmen positif untuk kontestasi ke depan, di tengah banyak kekhawatiran bahwa institusi negara ini menjadi alat untuk kepentingan politik Pak Jokowi,” sambungnya.
Ini juga menjadi edukasi politik kepada seluruh masyarakat bahwa Pilpres kali ini harus disambut dengan riang gembira. Tidak perlu gontok-gontokan antarsimpatisan, yang bisa menimbulkan kekacauan.
Sekaligus menjadi bukti, antar calon presiden tidak ada friksi yang neko-neko. Ini dianggap sebagai hal positif, sebab para calon sudah menyampaikan pesan dengan baik sebelum kontestasi berlangsung.
Harapannya, pertemuan ini bisa berdampak pada jangka panjang. Paling tidak, suasana adem dan riang gembira bisa terlihat pada Pilpres mendatang. Sehingga tidak melahirkan konflik di tengah masyarakat. Intinya, tidak ada perpecahan dan pembelahan lagi seperti Pilpres 2019.
”Ini pesan politik yang kuat untuk menjelaskan kepada publik, agar tidak ada fanatisme buta. Beda pendapat, beda pilihan, itu hal yang sangat lumrah. Itu poin penting yang mencoba disampaikan para bacapres, bahwa mereka bisa duduk bareng dengan riang gembira,” bebernya.
Di sisi lain, langkah Jokowi ini juga bisa dibaca sebagai komitmen untuk tetap berdiri di atas semua kepentingan, di atas semua kelompok. Sehingga tidak ada kesan negatif bahwa dia berpihak kepada bakal paslon tertentu.
”Tantangan selanjutnya, ya, pembuktian. Apakah presiden menempatkan dirinya sebagai kepala pemerintahan dan tidak menggunakan institusi negara sebagai alat politik. Atau pertemuan ini hanya seremonial belaka atau betul-betul bermakna positif bagi demokrasi kita. Itu sangat ditentukan oleh perilaku politik Pak Jokowi,” jelas Lukman Irwan.(*/fajar)