Nusron Wahid Sebut Prestasi Gibran Tak Bisa Ditandingi Anak Soekarno hingga Soeharto, Peneliti SMRC Komentar Begini

  • Bagikan
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Meski terbilang baru dalam politik, prestasi Gibran Rakabuming Raka tampaknya cukup mendapat sanjungan besar dari para pendukungnya. Sanjungan salah satunya datang dari politikus Golkar, Nusron Wahid.

Tidak sekadar menyanjung prestasi Gibran, Nusron Wahid bahkan membandingkan prestasi putra Jokowi itu dengan putra putri eks Presiden RI Soekarno hingga Soeharto.

Klaim politikus Golkar, Nusron Wahid bahwa Gibran memiliki prestasi yang tak bisa ditandingi oleh putra putri eks Presiden RI Soekarno dan Soeharto memicu reaksi keras.

Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad menilai perbandingan yang dilontarkan Nusron Wahid tidak tepat.

Pasalnya, sistem pemerintahan di era Soekarno dan Soeharto sangat berbeda dengan sekarang.

“Menurut saya, itu perbandingan yang keliru. Soeharto dan Soekarno berkuasa di sistem non-demokratis. Soekarno mungkin lebih baik dibanding Soeharto dalam persoalan nepotisme. Soeharto, di akhir masa jabatannya sangat kental dengan nepotisme di mana anak-anaknya terlibat dalam kabinet dan monopoli bisnis”, kata Saidiman dalam keterangannya, Jumat (3/11).

Saidiman menilai gerakan reformasi menjadi media pembendung aksi nepotisme yang menguat di era rezim Orde Baru di bawah Soeharto.

“Kalau tidak ada gerakan reformasi, keluarga Soeharto tak terbendung. Dan itu bisa kembali terjadi sekarang jika tak ada komitmen moral dari Jokowi”, ujarnya.

Terkait penyataan dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto yang menyebutkan seorang pemimpin harus melalui proses panjang dan sulit, Saidiman berpendapat definisi berproses itu tidak tunggal.

“Apa yang disebut berproses itu tentu definisinya tidak tunggal. Pengkaderan di politik tidak harus melulu dalam bentuk anggota partai. Aktif dalam urusan kemasyarakatan, bisnis, pendidikan, akademik, advokasi sosial dan lain-lain juga bagian dari proses politik secara lebih luas”, terangnya.

Saidiman menekankan bahwa masalah akan muncul jika kemudian ada cara-cara yang tidak benar dalam proses berkontestasi dalam politik.

“Namun yang bermasalah adalah jika proses masuk kontestasi dilakukan secara tidak benar, misalnya menabrak hukum atau hukum dimanipulasi agar bisa lolos atau mengandalkan pengaruh presiden agar aturan umur diubah di tengah jalan agar lolos jadi calon wakil presiden. Proses itu yang menjadi masalah”, tutupnya. (jpnn/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan