Bangun KTI, Anies Janjikan Pemerataan, Prabowo Usung Ekonomi Hijau, Ganjar Ingin Perkuat SDM

  • Bagikan
Prabowo, Anies dan Ganjar di Silaknas ICMI. (TAWAKKAL-FAJAR)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR– Tiga bakal calon Presiden RI satu suara membangun KTI. Mereka berjanji pembangunan ke depan tak lagi fokus ke Jawa dan Sumatera.

Bakal calon Presiden RI (bacapres) Anies Rasyid Baswedan, lebih fokus pada perubahan paradigma dalam proses pembangunan. Kata dia, pembangunan tidak boleh berorientasi pada pertumbuhan saja. Akan tetapi, harus berbanding lurus dengan pemerataan.

Selama ini kata Anies, pemerintah lebih fokus pada pembangunan di Pulau Jawa. Sementara Indonesia bagian timur terkesan dinomorduakan. Anies berjanji akan melakukan pemerataan jika terpilih. Utamanya pemerataan ekonomi dan harga-harga pangan.

"Jadi pembangunan yang orientasinya pada sektor, ke depan menjadi sektor dan teritorial,” buka Anies, pada Silaknas ICMI di Makassar, Minggu, 5 November.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku proses pembangunan tidak boleh asal pukul rata di semua daerah atau kawasan. Sebab, kebutuhan setiap daerah berbeda-beda.

”Berikan perhatian di setiap kawasan, karena prioritasnya berbeda-beda. Kami seriusi dalam visi dan misi, itu dibagi berdasarkan bidang, kemudian wilayah. Jadi untuk Papua, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, prioritasnya beda-beda. Dengan begitu, pembangunan yang kita lakukan sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Dia juga menyampaikan, kata kunci yang selalu digaungkan adalah keadlian. Sebab hal itu menjadi prinsip dasar agar persatuan Indonesia betul-betul bisa terjaga. Caranya dengan memberikan kesetaraan kesempatan kepada semua masyarakat, agar perekonomian menjadi satu dengan satu kemakmuran.

"Kami melihat bukti dari berbagai negara. Jadi kalau kita ingin persatuan ini terjaga, maka kesetaraan dan keadilan harus jadi prioritas,” kata dia.

Mantan Menteri Pendidikan itu memaparkan pentingnya peran ilmuwan dalam penyusunan kebijakan pemerintah. Peran itu harus dikembalikan dan menjadi kompas dalam menyusun kebijakan-kebijakan.
’’Kami melihat teknokrat dan proses teknokrasi sering kali atau akhir-akhir ini tidak diletakkan di depan dalam proses penyusunan kebijakan,’’ tegasnya.

Sementara Prabowo Subianto mendorong pembangunan kawasan timur Indonesia (KTI) melalui strategi ekonomi hijau. Kata Prabowo, Indonesia satu-satunya negara yang berpotensi bisa menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) dari tanaman, seperti kelapa sawit dan tebu.

"Tiga bulan lalu datang pakar dari Brasil. Dia bilang, Indonesia satu-satunya negara yang bisa menghasilkan BBM seratus persen dari tanaman,” ujarnya, pada momen Silaknas ICMI di Makassar, Sabtu, 4 November.

Mandiri Energi

Bacapres jagoan Koalisi Indonesia Maju (KIM) itu juga menegaskan, jika itu terwujud, maka Indonesia bisa memproduksi BBM secara mandiri. Sebab melalui ekonomi hijau, produksi BBM secara mandiri juga tidak akan menambah pemanasan global. Termasuk juga pencemaran lingkungan.

"Nanti kita tidak perlu impor satu liter pun BBM dari mana pun. Solar bisa seratus persen dari kelapa sawit, bensin bisa seratus persen dari tebu,” lanjutnya.

Prabowo mengaku butuh dukungan dalam mewujudkan ekonomi hijau Indonesia, agar menjadi negara mandiri dan mensejahterakan rakyatnya.

”Jadi uangnya beredar di dalam negeri, masa depan kita gemilang. Saya semangat, tapi butuh dukungan saudara," tegasnya.

Selain ekonomi hijau, Prabowo juga menyinggung ekonomi biru yang berbasis kelautan. Titik tegasnya bukan hanya solusi peningkatan pendapatan dari sektor itu, tetapi langkah teknis menangani kemiskinan
di kawasan pesisir.

Hal ini berkaitan erat dengan nelayan pesisir Indonesia, termasuk KTI. Menurut dia, masalah kemiskinan yang dialami nelayan bersifat sistemik. Selama ini, terjadi karena pendekatan falsafah neoliberal. Akibatnya, tidak ada kesejahteraan karena hanya mengutamakan keuntungan swasta dan pribadi.

”Kita memang tidak bisa menghilangkan peran swasta, kita hormati. Tapi filosofi pendekatan national building harus ada keberpihakan pemerintah, untuk menghilangkan kemiskinan,” kata dia.

Dia melanjutkan, pendekatan neoliberal perlahan harus dihilangkan. Sebab harus ada keberpihakan pemerintah dalam jumlah porsi tertentu, untuk terus menekan angka kemiskinan yang sudah ada.

"Masalahnya dari sini, kita perlu pemerintah yang berpihak, kita hilangkan kemiskinan, kalau perlu kita bagi kapal, bagi mesin, bagi jaring, kita bina mereka. Kita organisir kelompok-kelompok nelayan,
kasih pelatih, kita kendalikan,” bebernya.

Berdayakan Milenial

Kemudian, pelatih yang didorong untuk membina harus dari Indonesia, yang mempunyai SDM unggul. Mulai dari para pakar, termasuk anak-anak muda di fakultas yang bisa diberdayakan kemampuannya.

"Ambil anak-anak muda dari fakultas-fakultas untuk jadi manajer para nelayan. Kita harus aktif mengendalikan dan memimpin kebangkitan ekonomi dari bawah," tegasnya.

Hal serupa juga dilontarkan Bacapres usungan PDIP, Hanura, PPP dan Perindo, Ganjar Pranowo. Eks Gubernur Jawa Tengah itu mengaku, KTI punya sumber daya yang mumpuni, baik alam maupun manusianya.

Itu sebabnya, dia yakin betul KTI bisa menjadi kawasan penopang perekonimian nasional. Itu bisa diwujudkan lewat strategi ekonomi biru dan ekonomi hijau, termasuk menggunakan satu data Indonesia.

"Kita bicara pembangunan KTI. Saya senang sekali mendapat masukan dari pakar ICMI, karena ini sangat penting bagi kita untuk membuat sebuah modeling. Tetapi kuncinya, SDM musti unggul,” ungkapnya.

Dia membeberkan, untuk blue economy, sangat cocok untuk KTI. Sebab saat ini, Indonesia memiliki 77 persen kawasan laut. Namun sayangnya, kontribusi maritim terhadap GDP hanya 7,6 persen.

Perkuat Perikanan

Kondisi lain yang terjadi, regulasi terkait penangkapan ikan Indonesia berada di peringkat 20 terburuk, dari 152 negara. Akibatnya, daya tangkap dan produksi juga berdampak pada tingginya angka kemiskinan bagi kaum nelayan.

”Angka kemiskinan nelayan di wilayah pesisir itu sampai 12,5 persen. Bahkan kredit macet yang melibatkan nelayan mencapai Rp186 miliar lebih, dengan persentase 8,25 persen,” bebernya.

Ganjar juga mengatakan, kawasan pantai dan laut mampu menyerap karbon sampai 17 persen. Namun belum ada credit blue print lahan gambut dan mangrove. Padahal, potensi blue carbon credit bisa mencapai 3.540 T.

Itu sebabnya, lanjut Ganjar, butuh sokongan dana besar untuk bisa mendongkrak lahirnya Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Bahkan anggaran untuk mencegah, mengurangi dan memperbaiki kerusakqn lingkungan mencapai Rp1,371 triliun. Sedangkan tanggungan BPJS akibat polusi udara mencapai Rp17,8 triliun.

”EBT ini bagus, ada 3,7 juta laoangan kerja. Potensi investasinya Rp1.300 triliun. Dan bauran untuk KTI, Sulbar punya 23,6 persen, Sulsel 27,6 persen, Gorontalo 18 persen dan Maluku 33 persen,” terangnya. (*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan