LBH Makasar Desak Mabes Polri Evaluasi Polda Sulsel dalam Kasus Pelecehan Seksual Briptu SA

  • Bagikan
Kuasa hukum korban FB, Mirayati Amin (Muhsin/Fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Menganggap kasus pelecehan seksual yang dilakukan Briptu SA terhadap tahanan perempuan inisial FB, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar mendesak Mabes Polri perlu untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja penyidik di Polda Sulsel.

Kuasa hukum korban FB, Mirayati Amin mengatakan, evaluasi yang dimaksudnya baik Propam yang menangani etik dan Ditreskrimum yang menangani pidana.

"Sebenarnya ini bukan Mabes Polri saja kita desak untuk mengevaluasi Polda Sulsel, tapi juga Kompolnas yang pernah kan menyurati Polda soal kasus ini, pihak Komnas HAM dan Komnas Perempuan juga," ujar Mira yang merupakan pengacara LBH, Selasa (7/11/2023).

Seperti diketahui, Briptu SA yang merupakan anggota Dit Tahti melakukan pelecehan terhadap FB, salah satu tahanan di Polda pada Juli 2023.

Briptu SA melancarkan aksi terlarangnya saat dalam pengaruh alkohol atau minuman keras.

Dalam keterangan yang dihimpun, SA memeluk korban FB saat sedang tidur dalam ruangan sel, lalu memaksa korban untuk oral seks.

Mira menekankan, bukan tanpa alasan LBH mendesak lembaga tinggi negara untuk mengevaluasi kinerja Polda Sulsel.

Alasannya, kata Mira, dalam proses hukum kasus pelecehan tahanan Polda yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir tersebut tidak menunjukan perkembangan.

"Tidak ada perkembangan, karena agenda sidang etik profesi terhadap Briptu S belum ditentukan. Padahal penyidik Propam sudah terbitkan dua SP2HP2 (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan) di bulan September dan Oktober," Mira menuturkan.

Tambahnya, pihaknya meminta Mabes Polri untuk melakukan evaluasi dan membentuk tim khusus untuk menyelidiki perkara tersebut.

Diceritakan Mira, surat SP2HP2 pertama yang diterima kuasa hukum dari Bid Propam menjelaskan ditemukan pelanggaran kode etik profesi Polri oleh Briptu SA.

Sementara dituturkan Mira, ada surat kedua, terkait laporan proses pemberkasan.

Tidak jauh berbeda dengan laporan pidana terhadap Briptu SA yang ditangani penyidik Ditreskrimum.

Padahal, pihak Ditreskrimum telah memeriksa 15 orang saksi didalamnya ada anggota Dit Tahti Polda selain SA.

"Tapi hingga saat ini (dari 15 saksi) belum ditetapkan tersangka. Sehingga pembatasan gerak pelaku untuk mencegah keberulangan kekerasan terhadap korban tidak dilakukan atau di antisipasi Polda," bebernya.

Mira menyoroti lambatnya proses hukum kasus pelecehan tersebut karena diduga adanya benturan kepentingan.

Dituturkan Mira, dari fakta Briptu SA merupakan anggota aktif Polda Sulsel, sementara yang melaksanakan penyelidikan kasus adalah penyidik Polda.

"Kami melihat pola ini berulang pada kasus-kasus yang melibatkan anggota polisi aktif, seperti kasus pembunuhan kakek Nuru Saali di Bantaeng yang juga progres hukumnya itu lambat dan berdampak pada tidak tercapai akses keadilan korban," kuncinya.(Muhsin/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan