Terbukti Melanggar Kode Etik, MKMK Sanksi Teguran Lisan Anwar Usman Cs

  • Bagikan
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2023). (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan, hakim konstitusi Saldi Isra tidak terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim. Hal ini setelah curhat saat memaparkan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait pendapat berbeda atau dissenting opinion," kata Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan dugaan pelanggaran etik Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).

Meski demikian, Saldi Isra dan delapan hakim konstitusi lainnya dinyatakan terbukti melanggar kode etik, terkait bocornya informasi rapat permusyawaratan hakim (RPH) dan pembiaran atas konflik kepentingan yang terjadi di MK. Karena itu, MKMK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan terhadap Saldi Isra dan delapan hakim konstitusi lainnya, termasuk Ketua MK Anwar Usman.

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif terhadap hakim terlapor dan hakim konstitusi lainnya," tegas Jimly.

Sebab, dalam pertimbangan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, Saldi Isra mengaku terdapat keanehan dalam memutus perkara tersebut. Meski memang, MK mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang menyatakan bahwa berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

"Dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," papar Saldi Isra saat menyampaikan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10).

Saldi khawatir, putusan MK tersebut akan menjadi preseden buruk dan membuat masyarakat tidak percaya lagi kepada MK. Padahal, sudah jelas norma batasan usia pejabat publik seharusnya diatur oleh DPR dan pemerintah, bukan MK.

"Saya sangat-sangat cemas dan khawatir, Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions (pertanyaan politik), yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah," tegas Saldi.

Sebagaimana diketahui, MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam putusan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres tersebut. Selain Anwar Usman, delapan hakim konstitusi lain juga turut dilaporkan, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams yang juga menjadi anggota MKMK.

Atas laporan tersebut, MKMK telah menggelar serangkaian rapat MKMK mulai dari sidang pendahuluan, dan sidang pemeriksaan lanjutan.

Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan pelapor, 9 hakim konstitusi, ahli, dan saksi sejak Kamis (26/10) hingga Jumat (3/11). MKMK menggelar sidang terbuka saat mendengar keterangan pelapor dan ahli dan sidang tertutup terhadap sembilan hakim MK. (jpg/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan