OKI Serukan Sanksi ke Israel, Setop Pasokan Minyak hingga Beri Cap Teroris

  • Bagikan
Presiden Joko Widodo berfoto bersama para pemimpin negara Islam yang menghadiri KTT Luar Biasa OKI yang diselenggarakan di King Abdulaziz International Convention Center (KAICC), Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu (11/11/2023). (ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo berfoto bersama para pemimpin negara Islam yang menghadiri KTT Luar Biasa OKI yang diselenggarakan di King Abdulaziz International Convention Center (KAICC), Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu (11/11/2023). (ANTARA/HO-Biro Pers Sekretariat Presiden)

FAJAR.CO.ID, RIYADH-- Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) merundingkan sanksi ekonomi dan politik untuk Israel. Aljazair dan Lebanon ancam setop pasokan minyak ke Israel.

Ancaman tersebut untuk menanggapi kehancuran di Gaza yang menelan korban lebih dari 11 ribu orang. OKI dan Liga Arab juga membahas opsi untuk memutuskan hubungan ekonomi dan diplomatik dengan Israel.

Namun masih ada tiga negara menolak proposal tersebut. Dua di antaranya adalah Uni Emirat Arab dan Bahrain yang telah menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020.

Hasil pertemuan puncak gabungan Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu, 11 November.

Negara-negara Teluk dan OKI meminta otoritas pendudukan (Israel) harus bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan terhadap Palestina. Itu dipertegas penguasa de facto Arab Saudi Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS).

Sebelum perang pecah, Amerika Serikat (AS) menjadi mediator agar Saudi menormalisasi hubungan dengan Israel. MBS menambahkan bahwa satu-satunya cara untuk menjamin keamanan, perdamaian, dan stabilitas di kawasan Palestina adalah dengan mengakhiri pendudukan, pengepungan, dan pembangunan permukiman ilegal Israel.

Sementara di Indonesia, kampanye untuk memboikot produk-produk Israel makin masif. Mereka bahkan menyebar jenis-jenis produk Israhel di media sosial (medsos). Bahkan Majelis Ulama Indoneia (MUI) mengeluarkan fatwa haram menggunakan produk-produk Israel.

Presiden Iran Ebrahim Raisi juga hadir dalam KTT tersebut. Itu adalah perjalanan pertamanya ke Arab Saudi sejak kedua negara memperbaiki hubungan pada Maret lalu.

Dia menjadi presiden Iran pertama yang menginjakkan kaki di Arab Saudi sejak Mahmoud Ahmadinejad menghadiri pertemuan OKI di kerajaan tersebut pada 2012.

Raisi mengatakan bahwa negara-negara Islam harus menyebut tentara Israel sebagai organisasi teroris atas tindakannya di Gaza.

Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad Al Thani mempertanyakan sampai kapan masyarakat internasional akan memperlakukan Israel seolah-olah berada di atas hukum internasional.

"Siapa yang bisa membayangkan bahwa rumah sakit akan dikepung publik pada abad ke-21?’’ ujarnya.

Kini beberapa rumah sakit di Gaza sudah jadi medan perang. Termasuk rumah sakit terbesar Al Shifa yang berada di Gaza City. Israel membuka koridor untuk evakuasi pasien dari RS-RS yang diserang ke wilayah utara.

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, masih ada 1.500 pasien di Rumah Sakit Al-Shifa bersama dengan 1.500 tenaga medis dan 15 ribu–20 ribu orang yang mencari perlindungan.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan pada pertemuan puncak tersebut sangat disayangkan bahwa negara-negara Barat, yang selalu berbicara tentang hak asasi manusia dan kebebasan, tetap diam dalam menghadapi pembantaian yang sedang berlangsung di Palestina.

"AS harus meningkatkan tekanan pada Israel. Negara-negara Barat juga harus melakukan hal serupa. Itu penting untuk merealisasikan gencatan senjata,’’ ujar Erdogan pasca-KTT.

Israel dan pendukung utamanya, AS, sejauh ini menolak tuntutan gencatan senjata. Padahal, korban jiwa di Jalur Gaza sudah lebih dari 11 ribu orang yang didominasi oleh perempuan dan anak-anak.(*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan