FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengajukan permintaan kepada Capres Ganjar Pranowo. Permintaan tersebut adalah untuk menanyakan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengenai penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Jokowi.
"Ya tentu harus ditanyakan pada Menkopolhukam karena saya menangani ekonomi, Pak Menko (Mahfud Md., red.) menangani polhukam," kata Airlangga menjawab pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta, Selasa.
Pernyataan serupa juga disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Ia menekankan bahwa pemerintahan bersifat kolektif kolegial, meskipun setiap menteri memiliki tanggung jawab masing-masing.
"Masalah hukum itu tanggung jawab siapa? Menkopolhukam. Kalau misalnya ini, tanya Pak Mahfud Menkopolhukam," ucap Doli ditemui usai konferensi pers tersebut.
Doli menyatakan bahwa jika Mahfud Md. telah meraih prestasi sebagai menteri yang mengurusi bidang politik dan hukum, maka tidak mungkin dia diusulkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk Ganjar Pranowo.
"Kan karena Pak Mahfud dianggap punya prestasi lah, makanya diajak menjadi cawapres. Kan gitu kan? Kalau enggak punya prestasi, enggak mungkin jadi cawapres. Nah, sekarang kenapa sudah diajak, kok, kemudian dianggap enggak punya prestasi?" ujar Doli.
Doli berpendapat bahwa semua pasangan calon, partai politik, dan koalisi seharusnya lebih menekankan visi, misi, dan program mereka. Ini akan membantu publik memahami karakter pasangan calon yang layak memimpin Indonesia ke depan.
"Harusnya semua koalisi-koalisi, partai politik, capres dan cawapres itu lebih mengedepankan sekarang apa visi, misi, program yang disampaikan, debat habisnya di situ," tambah Doli.
Sebelumnya, Ganjar Pranowo mengkritik penegakan hukum dan demokrasi di era pemerintahan Jokowi yang dinilainya menurun setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.
"Ya, dengan kasus ini (putusan MK), jeblok," kata Ganjar dalam acara Sarasehan Nasional Ikatan Keluarga Alumni Universitas Negeri Makassar (UNM), Sabtu (18/11).
Dari skala 1 sampai 10, Ganjar memberikan skor 5 karena merasa adanya rekayasa dan intervensi dalam penegakan hukum, terutama dalam putusan MK tersebut.
"Rekayasa dan intervensi yang membikin itu kemudian independensi menjadi hilang," ucap mantan Gubernur Jawa Tengah itu. (ant)