Pentingnya Paradigma Persatuan Dalam Mewujudkan Cita-cita Indonesia

  • Bagikan
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) menerima surat keputusan PBNU terkait pengukuhan Dewan Pengampu Gerakan Keluarga Maslahat NU dari Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar (kedua kiri) disaksikan Istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah (kanan) dan Ketua Umum PBNU Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam Pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 1445 H/2023 M di Pondok Pesantren Al-Hamid, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023). Kegiatan yang diikuti oleh para kader NU tersebut mengangkat tema Mendampingi Umat Memenangi Masa Depan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) menerima surat keputusan PBNU terkait pengukuhan Dewan Pengampu Gerakan Keluarga Maslahat NU dari Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar (kedua kiri) disaksikan Istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah (kanan) dan Ketua Umum PBNU Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dalam Pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 1445 H/2023 M di Pondok Pesantren Al-Hamid, Cipayung, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023). Kegiatan yang diikuti oleh para kader NU tersebut mengangkat tema Mendampingi Umat Memenangi Masa Depan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Oleh KH. Imam Jazuli, Lc. MA.

Sejak sekolah dasar, anak-anak selalu diajari tentang sejarah yang terkait dengan penjajahan di Nusantara atau sebuah negeri sebelum menjadi Indonesia, yang berlangsung berabad-abad lamanya.

Sebagian pakar bahkan menghitung kolonialisme bermula di negeri ini ditandai sejak masuknya Portugis ke Selat Malaka pada 1511. Pakar lain menyebutnya, penjajahan berawal sejak VOC berganti wajah menjadi Pemerintahan Hindia-Belanda pada 1799.

Sulit dibayangkan mengapa penjajahan begitu lama, namun demikianlah faktanya. Kemudian muncul pertanyaan mengapa bangsa ini dijajah begitu lama.

Ternyata jawabannya karena perjuangan untuk membebaskan diri dari kolonialisme belum terkonsolidasi. Sebagian besar masyarakat di tanah air cenderung masih bersifat fanatik terhadap kelompoknya. Tidak ada semangat persatuan yang ditanamkan oleh masyarakat pribumi di tanah air. Jika pun ada perlawanan, sifatnya masih sangat lokal.

Kesultanan Demak di Jawa melawan, dengan tanpa melibatkan kekuatan-kekuatan lain di luar Jawa. Begitu pun Kesultanan Mataram melawan, juga tanpa melibatkan kerja sama seluruh kekuatan. Tentara Paderi melawan, juga tanpa konsolidasi dengan seluruh rakyat semesta.

Memasuki abad 20, sektarianisme masih bercokol. Memang benar telah muncul organisasi-organisasi pemuda, yang mengusung spirit nasionalisme dan anti-kolonialisme. Tetapi, Budi Utomo yang berdiri tahun 1908 di Jakarta misalnya, masih cenderung fokus pada koordinasi kekuatan di wilayah Jawa-Madura.

Al-Irsyad Al-Islamiyah yang berdiri pada 1914 di Jakarta atau Muhammadiyah yang berdiri pada 1912 di Yogyakarta, semuanya masih bersifat lokal, dengan visi-misi yang etnosentrisme. Hal yang sama juga menimpa Jong Java yang didirikan tahun 1918 di Solo, yang cenderung fokus pada garis koordinasi Jawa, Sunda, Madura, dan Bali.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan