Bahkan, menurutnya, dalam konteks demokrasi, masyarakat jadi cenderung tidak berani berkata dan membuat perbedaan, karena ada proses politisasi hukum. Bagi dia, berbagai persoalan-persoalan kehidupan politik ekonomi dan budaya di Indonesia memerlukan rekonstruksi ke depan.
"Dalam konteks ini, kita ingin para calon presiden dan wakil presiden, dapat memotret Indonesia hari ini secara fundamental, dan bagaimana para tokoh bangsa ini ke depan mampu membawa Indonesia sesuai dengan fondasi yang dibangun, mengingat cita-cita, visi, dan misi kebangsaan di tengah konstelasi kehidupan nasional dan global saat ini begitu kompleks," tuturnya.
Dirinya mengutarakan, apabila ada fondasi kuat yang dibangun oleh para capres-cawapres, maka Indonesia dapat memiliki bingkai dan arah yang jelas, tidak sekadar pada visi-misi presiden semata.
"Jadi ini yang kita kehendaki sehingga Indonesia itu betul-betul ke depan ada bingkainya yang jelas dan utuh. Lebih dari itu tentu kami percaya, kedua tokoh ini (capres-cawapres) ketika rakyat memberi amanat dan mandat, tentu akan berdiri tegak di atas konstitusi dan tidak menyalahgunakannya," ucap Haedar.
Ia berharap, dialog publik yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah bersama tiga pasangan calon capres-cawapres dapat menjadi wahana bagi Muhammadiyah untuk membuka ruang diskusi, dialog, dan pemahaman, baik di lembaga Muhammadiyah maupun seluruh masyarakat agar dapat memilih pemimpin dengan cerdas dan bertanggung jawab, serta penuh dengan moralitas luhur.
"Kita harapkan dialog ini juga menjadi ruang diskusi dan ajang silaturahmi antarpasangan capres-cawapres dengan kita yang hadir, atau masyarakat luas yang mengikuti acara ini, agar kita betul-betul memahami peta kehidupan kebangsaan hari ini dan ke depan, sehingga kita semakin tahu apa yang dibawa oleh para capres-cawapres untuk memimpin Indonesia," demikian Haedar Nashir.