Data KPU Diduga Bocor dan Diperjualbelikan, Pengamat: Bisa Menimbulkan Kecurigaan Antar Kandidat

  • Bagikan
KPU (Foto:Pram/Fajar)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Kebocoran data pemilih di situs resmi KPU RI menjadi ancaman serius menjelang pesta demokrasi. Aroma gagalnya Pemilu damai mulai tercium.

Tidak main-main, berdasarkan temuan Lembaga Cissrec menjelaskan peretas berhasil mendapatkan 253 juta data dan menjualnya senilai US$74 ribu atau Rp1,2 miliar.

Namun setelah disaring, peretas mendapatkan 204.807.203 data unik. Jumlah ini mirip dengan jumlah DPT KPU sebanyak 204.807.222 pemilih dari 514 kabupaten/kota di Indonesia serta 128 negara perwakilan.

Pengamat Politik Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla, menilai, ini merupakan hal yang memprihatinkan. Sebab, KPU sebagai lembaga yang memegang mayoritas identitas masyarakat Indonesia justru lemah dalam memperkuat proteksi. Ini dinilai sebagai sesuatu yang mengkhawatirkan.

Sebab jika kondisi ini tidak segera ditangani, maka potensi terjadinya kekacauan selama proses sampai penghitungan suara sangat besar. Akibatnya, stabilitas sosial bisa terganggu karena bisa muncul banyak kecurigaan.

”Sangat disayangkan. Kalau data KPU bisa diterobos, itu bisa menjadi serangan berantai yang mungkin akan terjadi sampai pada penghitungan suara. Ini mengkhawatirkan, bisa saja timbul kekacauan, kecurigaan antar kandidat, juga mempengaruhi Pemilu yang jujur dan adil,” ujarnya.

Mirisnya lagi, kata Suryadi, kejadian ini bukan kali pertama. Sebelumnya juga sudah pernah ada kasus serupa dan sempat menjadi perbincangan besar. Bahkan hacker yang melakukan pun ada yang berasal dari luar negeri.

”Ini bukan pertama kali, bahkan sebelumnya itu hackernya dari luar negeri. Tujuannya jelas mengacaukan Pemilu di Indonesia. Jadi KPU harus segera mengamankan sistem data, harus ada proteksi yang kuat. Negara harus back up itu dengan anggaran yang sudah diperoleh untuk memproteksi data KPU,” lanjutnya.

Bahkan Ketua Dewan Pendidikan Sulsel itu menegaskan, yang perlu dievaluasi dan dibenahi bukan hanya situsnya saja. Tetapi kinerja KPU juga sangat layak dievaluasi, agar trust masyarakat tidak luntur dengan hal-hal seperti ini.

”KPU sendiri harus dievaluasi kinerjanya. Terutama yang berkaitan dengan pertanggungjawaban integritas. Karena ini bisa berdampak pada timbulnya kekacauan secara luas,” terangnya.

Dia menilai, seharusnya KPU punya sistem siber yang defend untuk melindungi data. Sehingga, tidak harus terjadi hal-hal seperti ini, terlebih lagi jika hanya mengarah pada unsur kesengajaan.

”Jangan sampai ada kesengajaan untuk penambahan anggaran mereka. Terlepas dari itu, kejadian ini menjadi warning bagi KPU dan pemerintah, bahwa ada potensi penyimpangan data yang bakal terjadi kalau itu tidak segera dievaluasi dan diawasi,” tuturnya.

Namun begitu, kata dia manuver yang timbul bisa saja berasal dari para pendukung kandidat sendiri. Mengingat pada Pemilu yang lalu sempat muncul kecurigaan akbibat ketahanan data KPU bisa diterobos hacker.

”Kalau data KPU bisa diacak-acak, direkayasa melalui kejahatan siber, pasti ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Bisa saja ini justru manuver dari para pendukung kandidat. Inilah yang perlu diawasi,” imbuhnya.

Tetapi Suryadi tidak ingin berburuk sangka. Kata dia, meski kemungkinan manuver muncul dari pendukung kandidat, namun tidak menutup kemungkinan juga itu murni niat jahat dari pihak lain, atau justru ajang coba-coba saja.

”Ada juga faktor lain dari para hacker yang tidak ada kepentingan sama sekali. Dulu kan pernah anak SMP yang bisa masuk, dia bukan pendukung kandidat. Pernah juga ada dari Malaysia yang menyerang basis data KPU. Kami harap itu tidak terjadi di Pemilu ini, supaya proses demokrasi tidak diacak-acak satu oknum,” harapnya. (ikbal/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan