Kehadiran Luhut, kata Sukri, harus dibaca oleh publik dalam konteks keluarga yang menghadiri sebuah acara yang terbilang sakral.
"Ketika hadir, saya kira mesti dibaca dalam kerangka keluarga menghadiri," ucapnya.
Meskipun, dikatakan Sukri, ada banyak isu-isu yang mengaitkan dengan penguasa hingga menyinggung terkait dengan netralitas.
"Tentu memang ada banyak isu-isu yang mengaitkan dengan penguasa, berbicara tentang aspek netralitas atau bicara tentang mempersiapkan semua infrastruktur yang bisa mendukung dan seterusnya," tukasnya.
Lebih jauh, Sukri membeberkan publik akan menangkap kehadiran Luhut pada pelantikan itu ada kaitannya dengan upaya cawe-cawe Politik.
"Orang akan menangkap, selama ini Luhut dianggap sangat dekat dengan Jokowi. Kehadiran ini kemudian menjadi salah satu yang mungkin ada kaitannya dengan upaya cawe-cawe politik," imbuhnya.
Menurut Sukri, hal tersebut masih terbilang jauh jika dikaitkan dengan upaya cawe-cawe Politik.
"Saya kira ini masih agak jauh, memang ini yang kemudian harus diperhatikan dan harus dijaga karena bagaimanapun juga, selalu ada godaan besar untuk kemudian para penguasa memanfaatkan kekuasaan tersebut," tukasnya.
"Termasuk kemudian menggerakkan infrastruktur yang dikontrolnya atau dikuasainya," sambung dia.
Dituturkan Sukri, seorang Presiden memiliki posisi tertinggi dan kewenangan atas semua angkatan. Termasuk di antaranya Polri.
"Tentunya punya akses untuk menggerakkan semua termasuk KASAD. Sehingga kalau misalnya ada sikap-sikap politik misaalnya pak Jokowi yang barangkali punya kepentingan dengan itu, ya bisa jadi ada potensi pergerakan," bebernya.