FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, yang menyebut Presiden Jokowi pernah memintanya menghentikan penyidikan kasus e-KTP dianggap tak memiliki fakta hukum.
Pernyataan tersebut disoroti sebagai bercorak politis, terutama karena diungkapkan menjelang Pemilu 2024.
"Saya melihat yang disampaikan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ini tidak memiliki fakta hukum," ujar Mellisa Anggraini, seorang praktisi hukum, pada Sabtu (2/12/2023).
Mellisa berpendapat bahwa pengakuan Agus cenderung mencerminkan adanya motif politik menjelang Pemilu 2024.
Kendati Agus menyatakan peristiwa tersebut terjadi pada 2017, Mellisa menekankan bahwa penggunaan bahasa dalam pernyataan tersebut terasa penuh nuansa politik, terutama disampaikan menjelang \Pemilu 2024.
Dia juga meragukan keberadaan pertemuan tersebut dan menyatakan keraguan jika perintah yang dimaksudkan Jokowi adalah terkait kasus surat palsu yang menjerat Agus dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Mellisa menambahkan bahwa pada saat kasus e-KTP berlangsung, Jokowi telah beberapa kali mengimbau KPK untuk memberantas korupsi di Tanah Air. Secara faktual, kasus e-KTP telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan terdakwa telah dijatuhi hukuman berat.
Mellisa menyatakan keraguan terhadap keberadaan pertemuan tersebut, dan jika memang benar adanya, dia menduga perintah yang dimaksud Jokowi terkait kasus surat palsu, bukan e-KTP.
Dia menegaskan bahwa kasus e-KTP telah diproses hukum, disidangkan, dan putusannya sudah final.
Dia juga mencatat bahwa Jokowi telah beberapa kali menekankan untuk menghukum berat koruptor dan pejabat negara yang terlibat dalam praktik korupsi.
Mellisa menyimpulkan bahwa pernyataan Agus terlihat kontradiktif dengan pernyataan Jokowi, dan jika Agus menuduh demikian, dia seharusnya membuktikannya, mengingat statusnya sebagai seorang tokoh hukum.
Mellisa juga tidak setuju dengan pandangan bahwa kegagalan intervensi Jokowi terhadap Agus menjadi dasar lahirnya revisi Undang-Undang (UU) KPK.
Menurutnya, wacana revisi UU KPK sudah ada sejak sebelum Jokowi menjabat sebagai presiden, dan inisiasi revisi UU KPK berasal dari DPR.
"Jadi, warna-warni yang di DPR memutuskan secara bulat revisi UU KPK karena sudah lama. Nah, ini terlalu tendensius yang disampaikan, Pak Agus Rahardjo harus membuktikan tudingannya," tuturnya.
Sebelumnya, Agus mengungkapkan cerita mengenai permintaan Presiden Jokowi untuk menghentikan penyelidikan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Agus menduga bahwa momen tersebut menjadi salah satu pendorong revisi UU KPK, mengungkapkan bahwa ia dipanggil secara pribadi oleh Jokowi ke Istana. (jpc)