FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pelestarian adat budaya cenderung dikesampingkan. Begitu pun yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan.
Padahal, warisan budaya lah yang akan menjadi jejak sejarah untuk bisa menjadi pembelajaran generasi saat ini maupun yang akan datang.
Ketua Forum Silaturahmi Keraton Nusantara Sulsel Ali Mallombasi Daeng Nyengka menyatakan, pemerintah seolah tutup mata dengan pelestarian adat budaya saat ini.
Harusnya kata dia, pemerintah memprioritaskan penganggaran dalam menjaga kelestarian budaya termasuk di Sulsel.
“Alokasi pendanaan kepada para pegiat budaya yang mungkin ada tapi tidak menetes. Harapan kami utamanya pendanaan,” kata dia dalam dialog politik bertajuk pendidikan, adat dan budaya di salah satu Hotel di Makassar, Minggu, (3/12/2023).
Hal senada juga disampaikan Tumabicara Butta Ri Gowa Andi Syamsuddin Dg Mattawang Karaeng Segeri.
“Adat dan budaya tidak lagi jadi perhatian pemerintah,” tuturnya.
Politisi Partai Gerindra Aisyah Tiar Arsyad yang hadir dalam acara itu menyebut bahwa memang wacana-wacana soal kebudayaan harus terus digaungkan.
Dia mencontohkan beberapa situs sebagai salah satu bukti sejarah yang harus tetap dijaga.
“Kalau dikelola dengan baik, itu juga bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Tidak mengganggu cagar budaya. Bisa ada tempat makan, tempat menjual kerajinan tangan,” tuturnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas Supratman menyampaikan, jarang seorang aktivis mau fokus terhadap wacana kebudayaan.
Dia mencontohkan, ketokohan Sultan Hasanuddin hanya dikenal piawai dalam ilmu fisik. Jarang dibahas bahwa kemampuan strategi perangnya itu dilandasi oleh kemampuan pemahaman Islam yang sangat mumpuni.
Bicara soal kebudayaan, sejarah bukan bicara tentang sesuatu yang telah lewat. Bicara budaya adalah orang yang bicara tentang berbagai perspektif. Sehingga wajar jika sekarang ini banyak pemikir dan juga pemimpin negara kemudian menyadari bahwa aspek budaya mesti dijadikan pertimbangan dalam kebijakan.
“Amerika yang dianggap sebagai negara super power, tapi semua orang tahu bahwa Amerika menuju ambang krisis. Banyak pekerja di Amerika ini sudah diistirahatkan. Sekarang kita seharusnya tidak hanya bicara soal ekonomi. Tapi juga soal budaya yang harus jadi basis,” ujarnya.
Ketua Umum Trah GTS Suwadi Idris Amir Dg Mattawang menyatakan, yang paling utama itu penguatan literasi. Bayangkan ketika misalnya banyak rumpun tidak memiliki pemahaman soal adat dan budaya sendiri.
“Literasi sangat penting karena selama ini sangat minim dipahami oleh generasi saat ini,” ungkapnya.
Namun dia mengakui, persoalan utama memang soal anggaran. Ketika pemahaman yang rendah orang memang tidak bisa berbuat apa-apa.
Kedua kemandirian terhadap lembaga adat sangat penting untuk bermitra demi adat dan budaya.
“Suka atau tidak suka, negara harus hadir. Karena kita bicara tentang masyarakat, kemudian yang perlu juga jadi perhatian. Harus ada perhatian dalam revitalisasi rumah adat. Negara harus hadir, tahu diri bahwa tanpa mereka ini NKRI, tak dinikmati kita semua. Ini semua kolaborasi,” tandasnya.
Dalam dialog itu hadir sebagai pembicara yakni Ketua Forum Silaturahmi Keraton Nusantara Sulsel Ali Mallombasi Daeng Nyengka (YM Kr. Sanrobone), Tumabicara Butta Ri Gowa Andi Syamsuddin Dg Mattawang Karaeng Segeri, Caleg DPR RI Dapil 3 Sulsel Nomor 3 Partai Gerindra, Aisyah Tiar Arsyad, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unhas Supratman dan Ketua Umum TRAH GTS Suwadi Idris Amir Dg Mattawang. Acara ini dipandu oleh Sakral Wijaya.
Di acara itu, Andi Syamsuddin memberikan gelar kepada Aisyah Tiar Arsyad Daeng Takontu. Dia berharap agar bisa jadi seperti I Fatimah Daeng Takontu Karaeng Campagaya. (selfi/fajar)