“Untuk itu, ada dua hal yang harus dilakukan para pihak terkait agar seluruh rakyat Indonesia mengetahui secara terang benderang tentang kasus yang diungkap ke publik oleh Agus Rahardjo. Rakyat berhak tahu,” ungkap Emrus.
Ia menekankan, Agus Rahardjo harus membuktikan pernyataan terkait adanya intervensi tersebut. Sehingga bisa dibuka dengan formal, maka para pihak yang dirugikan, terutama Jokowi pada posisi merasa dirugikan, seharusnya ia melaporkan Agus Rahardjo ke aparat penegakan hukum.
Sebab, pernyataan Agus Rahardjo tersebut dapat dikategorikan sebagai tuduhan yang serius. Karena, jika benar, reputasi Presiden Jokowi akan tergerus merosot di tengah masyarakat.
Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana sebelumnya membantah, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Agus Rahardjo untuk membahas kasus e-KTP. Ia mengklaim, pertemuan dan pembahasan itu tidak pernah terjadi.
"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," tegas Ari.
Ari memastikan, Presiden Jokowi tidak pernah mengintervensi proses hukum. Sebab, pada faktanya Setya Novanto tetap terbukti bersalah dan dihukum penjara dalam kasus tersebut. Setya Novanto saat ini tengah menjalani hukuman 15 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," tegas Ari.
Ari pun menyatakan, Presiden Jokowi pernah menyampaikan dukungan terhadap proses hukum Setya Novanto, pada 17 November 2017. Presiden Jokowi dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus e-KTP.