Debat Cawapres ‘Hilang’, KPU Dinilai Lampaui Regulasi Pemilu, Pengamat: Melegitimasi Lemahnya Public Speaking dan Nirgagasan

  • Bagikan
Tangkapan layar - Desain surat suara Pilpres 2024. (ANTARA/Donny Aditra)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan mekanisme debat kandidat Pilpres 2024. Dalam hal ini, Cawapres tidak berdebat secara mandiri tetapi didampingi Cawapres. Sehingga, hal ini dianggap sebagai tindakan berlebihan dari KPU.

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto menilai, kondisi ini cukup disayangkan. Sebab di dalam langgam politik elektoral sepeti ini, semua sangat tergantung pada pengolahan selanjutnya.

”Dalam langgam politik elektoral, sangat bergantung pada pengolahan selanjutnya. Mungkin pihak yang ingin dilindungi justru akan mengalami viktimisasi. Semakin melegitimasi stereotyping lemahnya performa Public Speaking dan nirgagasan,” jelasnya.

Lebih lanjut dia menilai, untuk menghadapi debat ini setiap Cawapres masih punya waktu untuk mempersiapkan diri. Setidaknya dalam hal mempermatang isu dan materi yang akan dibawa pada saat debat.

”Padahal jika ada slot debat, masih ada waktu berlatih dan ada konsultan yang bisa mengarahkan untuk peningkatan performa. Tapi apapun itu, pemilih dan warga negaralah yang sebenarnya paling dirugikan dari keputusan KPU ini. KPU telah Gagal mendorong demokrasi yang lebih substantif,” tegasnya.

Kata Luhur, dalam menentukan mekanisme debat ini, KPU dinilai sudah melampaui regulasi Pemilu yang ada. Sebab idealnya, KPU harus mewadahi Cawapres juga untuk menyampaikan gagasan yang bisa menjadi pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihannya.

”Ini memang hal yang disayangkan. Bahkan mekanisme debat dari KPU ini sudah di level melampaui regulasi Pemilu. Idealnya Pilpres dari waktu ke waktu semakin menampilkan politik gagasan, bukan gimmick semata. Itu bagian dari peningkatan kualitas berdemokrasi, agar pemilih mengetahui Capres dan Cawapres pilihannya,” tuturnya.

Dia menambahkan, debat Cawapres juga ounya posisi strategis, agar gagasan yang disampaikan juga bisa mempertegas tugas pokok dan fungsinya nanti. ”Debat Cawapres sangat strategis, untuk mengeksplorasi gagasan Cawapres dalam menjalankan tupoksinya ketika terpilih,” imbuhnya.

Sementara Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai, Pasal Penjelasan Pasal 277 ayat (1) UU 7/2017 dan Pasal 50 ayat (1) PKPU 15/2023 tentang kampanye tegas mengatur bahwa debat paslon pilpres berlangsung 5 kali, meliputi 3 kali debat capres dan 2 kali debat cawapres.

”Kan sudah jelas dalam aturannya. Dengan demikian, mestinya KPU konsisten saja melaksanakan apa yang sudah menjadi ketentuan,” katanya.

Meskipun capres diminta hadir namun tetap saja bahwa debat itu harus berlangsung antara cawapres dan tidak melibatkan capres untuk menjawab. Penyampaian visi, misi, dan program bisa dilakukan bersama, namun debat tepat harus hanya diikuti oleh cawapres dalam hal debat antarcawapres.

Format debat yang diatur dalam UU Pemilu kata dia harus diakui memang tidak menarik. Sebab tidak membuka ruang dialog antara calon dan moderator atau audiens. 

Bahkan UU menyebut selama dan sesudah berlangsung debat pasangan 

calon, moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan simpulan apa pun terhadap penyampaian dan materi dari setiap pasangan calon. Sehingga memang tidak banyak ruang gerak yang bisa dilakukan selain berfokus pada pertanyaan yang sudah disiapkan panelis.

Mestinya, mekansime debat bisa dikembangkan dengan memberi kesempatan pendalaman kepada para panelis. Bahkan, untuk ketepatan dalam pembahasan isu, panelis mestinya bisa berasal dari pihak-pihak yang terdampak langsung dengan tema yang menjadi bahasa debat. 

"Misalnya untuk tambang, bisa saja panelisnya dari warga yang berada dan terdampak oleh industri pertambangan. 

Panelis tidak harus berasal dari akademisi. Terpenting ada ruang untuk pendalaman," katanya.

Debat 2019 yang memberikan kisi-kisi kepada calon mestinya tidak direplikasi pada Pemilu 2024 karena mengurangi esensi dan tujuan adanya debat itu sendiri. Namun, sesi saling bertanya antar paslon tetap perlu dipertahankan sehingga bisa menjadi forum diskursus gagasan diantara para calon.

Sementara Jubir Timnas Pemangan AMIN, Ramli Rahim pertanyakan sikap KPU yang meniadakan debat khusus Cawapres. Mereka menduga ada permainan yang disinyalir sengaja dilakukan untuk menguntungkan cawapres tertentu.

”Pelaksanaan debat Capres-Cawapres yang dulunya ada sesi terpisah, sekarang dilaksanakan bersamaan. Ini terjadi perubahan justru di saat orang-orang ingin mendengarkan dengan serius bagaimana Cawapres menyampaikan ide dan gagasannya untuk Indonesia,” ujarnya.

Menurut dia, KPU tidak seharusnya mengubah format debat yang pada Pilpres 2019, yang mengadakan sesi debat khusus Cawapres. Jata dia, orang-orang bisa menduga ada permainan yang dilakukan penyelenggara untuk menguntungkan Cawapres tertentu.

"Ini kan sudah berlangsung sejak lama. Jangan sampai muncul persepsi bahwa perubahan pola debat ini justru karena kekhawatiran ada kelemahan Cawapres tertentu unuk mengikuti debat khusus,” katanya.

Secara gamblang dia menyebut, Cawapres tertentu yang dimaksud adalah Gibran Rakabuming Raka. Jika itu benar, kata dia, seharusnya Gibran sejak awal tidak usah maju Pilpres 2024. Sebab semua Capres maupun Cawapres adalah orang pilihan yang dianggap mampu mengatasi permasalahan negeri ini.

”Ini hal yang tidak perlu dikhawatirkan, karena semua orang yang tampil dalam kontestasi Pilpres adalah orang terbaik. Tim Prabowo-Gibran sudah mengatakan, tidak perlu mengkhawatirkan masalah bangsa karena semua yang mengikuti Pilpres adalah orang terbaik. Nah ini ada dugaan debat khusus Cawapres dihilangkan,” sesalnya.

Atas dugaan permainan tersebut, MRR menegaskan, Timnas AMIN meminta KPU tetap menggelar debat khusus Cawapres secara terpisah. Harapannya, agar rakyat dapat menilai kualitas Cawapres mereka nanti.

”Karena sudah sepatutnya rakyat Indonesia melihat sendiri kualitas cawapres mereka, karena bagaimanapun potensi mereka memimpin kedepan menjadi capres itu sangat besar. Kita perlu melihat mereka tampil,” tegasnya.

Ketua Bappilu PPP, Sandiaga Salahuddin Uno menilai, format debat kandidat pada 2019 lalu sudah sangat ideal. Dia melontarkan pendapat itu karena pernah terlibat langsung dalam debat kandidat.

Mengingat, Sandi sendiri merupakan kandidat Calon Wakil Presiden pada 2019 lalu, mendampingi Prabowo Subianto. Namun dia kalah dalam perebutan suara dari pasangan Jokowi-Ma'ruf.

”Saya pengalaman mengikuti debat di 2019. Itu ada format pasangan Capres dan Cawapres. Format 2019 itu sudah baik, karena memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjatuhkan pilihan,” kata dia.

Namun begitu, Sandi juga yakin format debat Pilpres 2024 diputuskan melalui berbagai pertimbangan. Sehingga dia berharap, debat kandidat bisa menjadi ruang yang tepat untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, juga meyakinkan pemilih untuk memilih pasangan calon.

”Tapi mungkin sekarang telah melalui beberapa pertimbangan sehingga dipilih format itu. Ini kan pasangan, bukan sendiri-sendiri. Waktu 2019  itu saya juga diberikan kesempatan seluas mungkin untuk masyarakat menilai. Debat itu evaluasi terbaik, agar masyarakat bisa menilai Capres dan Cawapres,” lanjutnya.

Sandi berharap, momentum debat kandidat nantinya bisa menjadi ajang bagi masyarakat untuk menilai siapa kandidat yang paling tepat untuk mereka pilih. Hal itu tentu bisa dilihat dari gagasan yang ditawarkan oleh para kandidat.

”Saya meyakini, debat ini memberikan ruang untuk pendalaman isu yang ada di tengah masyarakat. Semoga debat ini juga bisa memberikan ruang agar rakyat bisa lebih mengenal gagasan yang dimiliki oleh paslon, yang akan dipilih pada 14 Februari 2024 mendatang,” harapnya. (Ikbal/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan