FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Ancaman di ruang siber pada Pemilu 2024 semakin kuat. Tantangan besar bagi penyelenggara pemilu untuk mampu menangkalnya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel menyadari hal tersebut. Sehingga sebagai lembaga yang bertanggung jawab, harus meningkatkan sekuritinya.
Ketua KPU Sulsel Hasbullah tak menampik tantangan ini. Menurutnya, di era sekarang ini memang harus siap dalam kondisi apapun, sebab ruang dinamika aktivitas siber tidak ada hentinya.
"Jadi KPU sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk menjaga sekuriti pemilih, harus sekuritinya betul-betul ditingkatkan," kata Hasbullah, Jumat, 8 Desember.
Sebab itu kata Hasbullah, KPU RI telah melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga negara yang menangani siber, seperti kepolisian dan badan intelijen.
"Itu semua telah dikoordinasikan untuk sama-sama menjaga keamanan pemilu dari sisi data yang menjadi tanggung jawab KPU," ungkap Hasbullah.
Terkait menangkal hoaks dan segala macamnya di media sosial, Hasbullah mengatakan KPU punya tim yang selalu memverifikasi isu. Isu-isu yang dikategorikan hoaks itu masukkan dan dipublikasi di laman website KPU.
Jadi memang kata dia, ancaman siber ini memang besar karena ruang digital yang semakin terbuka.
"Inilah yang membedakan kita dengan pemilu 2019 karena dinamika digitalisasi saat ini dengan dinamika internet yang semua orang bisa mengakses dan itu menjadi pasar dari ruang Internet itu yang menjadi perhatian. Sehingga jadi harus menjadi perhatian bersama," ucap Hasbullah.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulsel Saiful Jihad juga menganggap siber ini menjadi tantangan besar. Ke depan kata dia akan makin rumit tantangannya karena teknologi makin maju.
"Pemilu 2014 mungkin belum terasa, 2019 mulai. Ke depan semakin terasa karena teknologi makin maju," katanya.
Akan tetapi, kata Saiful, di Bawaslu telah menggandeng berbagai platform pengelola media sosial, seperti Meta dan X (twitter), termasuk tiktok untuk sama-sama mengedukasi masyarakat agar pemilu disikapi positif.
"Kemarin kita diskusi di Bandung dengan teman-teman penyelenggara pemilu dari luar negeri, mereka juga merasakan hal sama. Keluhannya juga terkait siber," ungkapnya.
Namun Bawaslu tidak bisa bekerja sendiri. Harus berkolaborasi mengedukasi publik agar makin cerdas bermedia sosial.
Menurutnya, masyarakat harus diedukasi agar tidak mudah termakan provokasi informasi
yang justru mis informasi.
"Kalau itu (provokasi) menyebar, maka masyarakat ketika menerima begitu saja dapat berdampak pada kehidupan di sosial media, itu bisa direfleksi dalam kehidupan nyata," ucap Saiful.
Bawaslu juga menggandeng infokom dan patroli siber di kepolisian. Dia juga berharap peran media karena informasi-informasi yang menyebar di media sosial.
"Karena media itu sekarang orang semua jadi wartawan. Kalau dulu wartawan harus bersertifikat, sekarang semua jadi wartawan dengan mengapload di facebook itu adalah berita, mewartakan informasi," ujarnya.
Jika pewarta ini tidak mematuhi aturan, maka masyarakat yang menerima pun tidak punya saringan. Hal itu bisa berdampak buruk bagi demokrasi. Bahkan bisa berdampak buruk pada kohesitas karena bisa memecah belah kesatuan.
Tim Khusus
Sebagai upaya menangkal, Bawaslu telah membentuk beberapa tim khusus. Misalnya kata dia, dalam waktu dekat inj akan melaunching sekolah antihoaks.
Bawaslu juga punya tim anak muda yang tergabung dalam Jarimu Awasi Pemilu. Komunitas itu menjadi forum diskusi dan forum menyebar informasi.
"Kami gandeng Mafindo, Cek Fakta dan komunitas Jarimu Awasi Pemilu. Jadi kalau ada berita yang lagi naik maka kita cek dulu. Kalau tidak benar maka kita akan beritakan di situ lagi supaya masyarakat terudukasi," jelasnya.
Bawaslu kata dia juga tentu berharap hal yang sama dilakukan oleh KPU. Sebab belum lama ini, muncul isu kebocoran data pemilih.
Saiful pun kata dia sangat menyayangkannya karena Bawaslu telah ngotot untuk mendapatkan data pemilih untuk melakukan pengawasan, yang menjadi tugas negara, tugas yang diberikan kepada Bawaslu untuk mengawasi pemuktahiran data pemilih kami tidak diberikan data oleh KPU. "Nah setelah bocor
kami sayangkan," sesal Saiful.
Bawaslu pun berharap jangan terjadi lagi. KPU harus memastikan perangkat-perangkat yang digunakan bisa memproteksi terjadinya kemungkinan pembobolan data oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. (*)