Kurikulum Merdeka dan Tantangan Implementasi P5

  • Bagikan
Sejumlah guru dan siswa memperlihatkan hasil karya kerajinan mereka yang dipamerkan dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di Lapangan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (26/11/2023). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/tom.

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kurikulum Merdeka lahir didasarkan kepada realitas learning loss, gap, dan crisis. Learning loss (ketertinggalan belajar) dan learning gap (ketimpangan belajar) merupakan dampak utama pandemi COVID-19 yang membuat para murid kehilangan kesempatan untuk belajar sehingga terjadi ketimpangan kualitas dengan yang diharapkan.

Ada guyonan yang mengatakan pada zaman COVID-19 melahirkan para “sarjana corona”. Tentu saja kondisi itu lebih lanjut melahirkan learning crisis (krisis belajar).

Menurut Kajian Akademik Kurikulum untuk Pemulihan Pembelajaran pada 2022 yang dilakukan oleh Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, krisis belajar ini ditandai oleh rendahnya hasil belajar murid, bahkan dalam hal yang mendasar seperti kemampuan membaca.

Krisis belajar juga ditandai oleh ketimpangan kualitas belajar yang lebar antarwilayah.

Berangkat dari kondisi demikian, Kurikulum Merdeka memberikan keleluasaan dalam mempercepat pemulihan kondisi tersebut , salah satunya dengan menerapkan apa yang disebut dengan Projek Profil Penguatan Pelajar Pancasila (P5).

Menengok sejarah kurikulum di Indonesia, P5 ini merupakan salah satu keistimewaan Kurikulum Merdeka daripada kurikulum-kurikulum sebelumnya.

P5 ini, menurut Kajian Pengembangan Profil Pelajar Pancasila tahun 2020 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Perbukuan Kemendikbud, dirancang berdasarkan satu pertanyaan besar, yaitu “pelajar dengan profil – karakter dan kompetensi – apa yang ingin dihasilkan sistem pendidikan Indonesia?”.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan