FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Chief Digital Transformation Office (DTO) Kementerian Kesehatan Setiaji menyampaikan bahwa digitalisasi memiliki potensi untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia.
"Dengan digitalisasi kami bisa tahu berapa lama waktu pasien dari mulai mendaftar hingga mendapat obat. Ternyata rata-rata 3 atau 4 jam dan dengan sistem kami bisa memperbaiki layanan," kata SetiajI dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu (13/12/2023).
Lebih lanjut, Setiaji menjelaskan bahwa penggunaan rekam media digital melalui aplikasi Satu Sehat mampu menjamin keamanan data pasien.
"Dengan kertas kami tidak bisa menjamin keamanan datanya, termasuk pada saat dibawa oleh petugas. Melalui sistem justru kami bisa mendeteksi ini siapa yang buka, kemudian siapa saja yang boleh buka," tambah Setiaji.
Kementerian Kesehatan, kata Setiaji, memiliki target untuk mengintegrasikan data dari 60 ribu fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Upaya integrasi aplikasi juga dilakukan guna meningkatkan sentralisasi sistem.
"Melalui adanya integrasi kami akan dapatkan data yang real time (aktual). Bagaimana 400 aplikasi kami tenggelamkan, lalu kami sederhanakan, sehingga dari 400 kini jadi tinggal 9 aplikasi," ujar Setiaji.
Satu Sehat, sebelumnya dikenal sebagai PeduliLindungi, akan menyederhanakan proses input data tenaga medis. Penyederhanaan sistem juga mencakup penyeragaman bahasa dan standar data.
Setiaji menyebutkan bahwa digitalisasi juga melibatkan penerapan kecerdasan buatan (AI), terutama di Jakarta sebagai contoh percontohan untuk orang tua.
"Kami juga mengembangkan AI yang akan menjelaskan kondisi anak setelah ditimbang dan pemeriksaan di posyandu misalnya, kan sekarang juga ada program AI dari video yang direkam kemudian teksnya bisa diganti-ganti," ungkap Setiaji.
Kementerian Kesehatan menjamin keamanan pemrosesan data pribadi masyarakat dengan mengenkripsi data yang dikirim ke perangkat masyarakat. Setiaji juga menjelaskan bahwa data dibagi menjadi kategori pribadi dan non-pribadi.
"Begitu dikirim data dari kami ke handphone masyarakat itu dienkripsi. Jadi data ini walaupun ada perlindungan data pribadinya bisa dimanfaatkan oleh peneliti, tetapi, sudah dihilangkan nama identitas pribadinya sehingga kami masih bisa tetap memproses data tersebut," tutur Setiaji. (ant)