FAJAR,CO.ID, MAKASSAR-- Partisipasi pemilih mesti menjadi atensi Komisi Pemiluhan Umum (KPU). Ada kecenderungan pemilih lebih pragmatis daripada mengutamakan rasionalitas.
Rendahnya partisipasi masyarakat pernah terjadi pada Pilpres 2014. Partisipasi pemilih hanya 69,58 persen, serta 75,10 persenpada pemilihan legislatif (pileg). Namun pada Pemilu 2019, partisipasi masyarakat kembali meningkat.
Secara nasional, angka partisipasi pemilih Pemilu 2019 itu ialah 81 persen. Yakni, ada 158.012.506 pemilih menggunakan hak pilihnya, dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 199.987.870 orang. Tingkat partisipasi pemilih itu melampaui target angka partisipasi nasional sebesar 77,5 persen.
Rendahnya partisipasi pemilih menjadi momok penyelenggara pemilu. Apalagi calon anggota legislatif (caleg) maupun capres-cawapres. Ada kecenderungan masyarakat mau menyalurkan hak suaranya asal ada imbalan.
Hal itu dikeluhkan salah seorang caleg di daerah pemilihan (dapil) Kecamatan Biringkanya berinisial AN.
Menurut AN, rata-rata masyarakat berpikiran pragmatis. Mereka bahkan mematok jumlah imbalan yang didapatkan. Bahkan di beberapa wilayah, masyarakat terang-terangan meminta uang untuk bisa menjamin suara diberikan kepada caleg tertentu.
"Ini kan merugikan kami (caleg), diberi uang pun belum tentu kita dipilih," tuturnya, kemarin.
Analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas) A Lukman Irwan, memperkirakan pemilih rasional itu hanya di angka 20 persen saja. Dominan atau 70 persen pemilih Indonesia, termasuk di Sulsel masih pragmatis.