Potensi Kecoa Dubia sebagai Alternatif Pakan Ternak yang Tinggi Protein

  • Bagikan
Himatul Ilma Silfia (Mahasiswa Magister Agribisnis Veteriner, Universitas Airlangga)

FAJAR.CO.ID, OPINI -- Sektor peternakan merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain itu, sektor peternakan juga merupakan sumber pangan utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ayam adalah salah satu produk peternakan yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena harganya yang terjangkau dan ketersediaannya sangat melimpah. Menurut Badan Pusat Statistika (BPS) tahun 2021, populasi ayam ras di Indonesia mencapai angka 3.1 milyar ekor.

Jumlah populasi ayam tersebut berbanding lurus dengan jumlah kotoran yang dihasilkan, dimana setiap hari ratarata ayam mengeluarkan kotoran segar 0,15 kg/hari/ekor. Sehingga dapat dikalkulasikan dalam setiap harinya ayam ras di Indonesia dapat menghasilkan limbah kotoran sebanyak 465.000 ton. Hal ini tentu akan menjadi masalah yang berkelanjutan yang akan mengganggu proses pertumbuhan dan kesehatan ternak. Tidak hanya ternak, bahkan hal ini juga akan menimbulkan masalah di masyarakat sekitar karena mencemari lingkungan.

Penumpukan kotoran dibawah kandang dapat dimanfaatkan menjadi media utama pertumbuhan serangga ceremenje atau dalam Bahasa latinnya yaitu Blaptica dubia, tetapi kebanyakan masyarakat membuang tumpukan kotoran tersebut di sungai sehingga dapat mencemari lingkungan.

Ceremenje (Blaptica dubia) merupakan salah satu jenis serangga yang menyerupai kecoa dan memiliki kemampuan untuk menguraikan bakteri pada kotoran ayam, sehingga kotoran tidak menimbulkan bau yang menyengat. Sejauh ini budidaya ceremenje belum teridentifikasi sehingga jumlah ceremenje yang ada tidak termanfaatkan dengan baik. Sedangkan dengan kandungan nutrisi tersebut, ceremenje berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan pakan alternatif untuk beberapa komoditas utamanya ikan, ayam, bahkan juga tokek.

Ceremenje memiliki habitat hidup di bawah tumpukan kotoran ayam, karena bahan organik yang ada pada kotoran ayam merupakan sumber makanan utama yang paling disukai ceremenje. Ceremenje memiliki kemampuan untuk menguraikan bahan organik pada kotoran ayam, sehingga kotoran tidak menimbulkan bau yang menyengat (Ramsay dan Thomasson, 2009). Ceremenje memiliki peran membantu proses dekomposisi di dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat tanpa bantuan serangga seperti ceremenje.

Keberadaan ceremenje sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah (Ruslan, 2009). Panas adalah faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan perkembangan bagi serangga ceremenje. Suhu pemeliharaan yang sangat baik untuk ceremenje adalah 30°C. Jika suhunya sangat rendah, nimfa ceremenje akan berkerumun di sekitar induknya untuk mengurangi kehilangan panas.

Ceremenje memiliki ciri khas tidak mampu melompat atau memanjat permukaan yang halus karena ceremenje tidak memiliki arolium, gerakannya relatif lambat dan tidak bisa terbang, sehingga memudahkan dalam pemeliharaannya. Satu ekor ceremenje mampu menghasilkan 25-40 telur yang diproduksi setiap 28 hari sekali.

Ceremenje memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan tinggi. Menurut Cattey (2010) kandungan protein ceremenje yaitu sebesar 36%, angka tersebut tentunya lebih tinggi jika dibandingkan serangga lainnya yang rata-rata proteinnya hanya 18%. Sedangkan Silfia (2019) menyatakan bahwa kandungan protein ceremenje mencapai 63%.

Finke (2002) menyatakan bahwa serangga merupakan sumber mineral yang relatif baik yakni (fosfor, magnesium, natrium, dan klorida). Umumnya karbohidrat pada serangga hadir dalam bentuk kitin. Kitin pada serangga ceremenje sangat tinggi yakni sebesar 53-89 dalam 1 Kg BK. Tinggi rendahnya kandungan nutrisi pada ceremenje lebih konsisten daripada serangga lainnya.

Melihat dari potensi tersebut, maka ceremenje berpotensi untuk dijadikan bahan pakan alternatif bagi beberapa komoditas yakni ikan, ayam, dan juga tokek.

Penulis: Himatul Ilma Silfia (Mahasiswa Magister Agribisnis Veteriner, Universitas Airlangga)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan