FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Proses kajian terhadap dugaan transaksi tidak wajar yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berakhir anti klimaks. Bawaslu belum mengambil keputusan apapun.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja beralasan, data yang disampaikan PPATK bersifat rahasia. Hal itu sesuai disclaimer yang ada dalam surat. Oleh karenanya, pihaknya tidak dapat membeberkan lebih jauh.
"Disclaimer itu menyebutkan bahwa data tidak boleh disampaikan kepada publik. Dua, data tersebut adalah data-data yang tidak bisa dijadikan alat bukti dalam hukum," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Bawaslu RI Jakarta kemarin.
Atas dasar itu, lanjut dia, Bagja menyebut jika data tersebut hanya akan menjadi pegangan internal bawaslu.
Dia menduga, data tersebut akan berguna untuk memvalidasi laporan sementara dana kampanye yang disampaikan peserta pemilu Januari nanti.
Jika kelak ada indikasi pelanggaran tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan dana kampanye, maka Bawaslu akan teruskan kepada aparat penegak hukum yakni kepolisian dan kejaksaan. Oleh karenanya, pihaknya mengimbau kepada peserta pemilu mematuhi mekanisme pelaporan dana kampanye.
Baik dalam laporan awal dana kampanye (LADK) Laporan Pemberi Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), serta Laporan Penerimaan dan Pengaluaran Dana Kampanye (LPPDK). Semua identitas penyumbang dan nomial harus jelas dan tidak melebihi batasan. Kemudian dana kampanye pemilu tidak berasal dari sumber yang dilarang.
"Itu harus jelas siapa yang nyumbang, jangan nanti ada hamba allah, itu tidak boleh sekarang," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Bagja juga menegaskan, kewenangan pengawasan Bawaslu hanya terbatas pada nomor rekening yang didaftarkan para peserta pemilu. Adapun rekening di luar itu, menjadi kewenangan aparat penegak hukum lainnya.
Sementara itu, Humas PPATK M Natsir Konga mengatakan pihaknya siap mendukung kerja Bawaslu. Terkait dengan data lanjutan, PPATK siap memberikan ke Bawaslu mengenai detail rincian hasil analisis itu guna pendalaman lebih lanjut. Termasuk ke aparat penegak hukum yang tergabung dalam Gakkumdu. "Kami siap memberikan," paparnya.
Saat ini PPATK terus mengumpulkan laporan yang masuk terkait transaksi mencurigakan. Disinyalir digunakan untuk kepentingan politik di Pemilu 2024. Natsir mengatakan, laporan terkait transaksi tak wajar itu banyak berasal dari penyedia jasa keuangan (PJK).
Namun, dia menilai data yang sudah diserahkan saat ini sudah cukup sebagai data awal yang komprehensif untuk memahami peta aliran uang.
"Yang dapat berpotensi menganggu proses demokrasi kita serta potensi masuknya data ilegal," jelasnya pada Jawa Pos kemarin.
PPATK membantah jika data tersebut sebagai mentah. Sebab, data yang diberikan sudah diolah sesuai dengan mekanisme kredibel dan akuntabel.
"Kami tidak pernah menyerahkan data mentah. Semua diolah sebelum diserahkan," paparnya.
Terpisah, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati mengatakan kasus transaksi janggal sudah menjadi fenomena gunung es. Setiap kali perhelatan pemilihan digelar, itu tersebut selalu muncul.
“Potret ini mengindikasikan bahwa aktivitas pemilu mengeluarkan anggaran fantastis," ujar Neni.
Sayangnya, lanjut dia, meski selalu muncul di setiap pemilu, kasus ini tidak pernah bisa diungkap secara tuntas. Dia berharap, kali ini tidak lagi dibiarkan.
“Jika praktek ini terus didiamkan maka jangan berharap bisa tercipta kontestasi yang free and fair election," imbuhnya.
Neni juga menyentil cara kerja penyelenggara yang terjebak pada UU Pemilu yang tekstual dan tafsir minimalis. Sehingga terkesan sulit untuk melakukan penindakan. Padahal, seharusnya penyelenggara pemilu dan aparat penegak hukum dapat menggunakan instrumen lain diluar UU Pemilu untuk penindakan yang progresif.
"Proses kajian tidak dilakukan secara asal-asalan hanya untuk menenangkan publik secara sesaat," tegasnya.
Neni juga mendorong sosialisasi regulasi kampanye dan dana kampanye lebih terstruktur, sistematis dan massif. Laporan peserta pemilu, bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban belaka tetapi yang jauh lebih substansi adalah pertanggungjawaban moral kepada publik dan mewujudkan demokrasi yang beradab
Hasil pemantauan DEEP di Pemilu 2019 lalu, pihaknya menilai peserta pemilu tidak serius dalam melaporkan dana kampanye.
"Sehingga tidak heran terjadi penyelewenangan dana dan banyaknya peredaran dana illegal diluar yang dilaporkan kepada KPU," tegasnya.
Presiden Joko Widodo turut memberikan komentar terkait termuan PPATK tentang aliran dana illegal untuk kampanye. Meski irit bicara, Jokowi kemarin menyatakan bahwa hal yang illegal harus dicermati.
Menurutnya, seluruhnya harus sesuai dengan aturan yang berlaku. Tidak terkecuali dana untuk kampanye. “Ya pasti ada proses hukumnya,” tegasnya. (far/elo/syn/lyn/dir)