FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Penyidik Kejati Sulsel terus mendalami dugaan korupsi pembebasan lahan Bendungan Pasellorang di Wajo. Penyidik telah menyita sembilan unit mobil dan tiga sepeda motor. Semua kendaraan tersebut sementara diamankan di halaman Kantor Kejati Sulsel.
Kepala Seksi Perangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan kendaraan yang disita tersebut diduga adalah hasil korupsi, sehingga harus diamankan. Tujuannya agar tidak disembunyikan.
Jika hasil penyidikan kendaraan tersebut terbukti hasil korupsi, maka akan disita dan dijadikan barang bukti. Namun jika kendaraan tersebut tidak terbukti akan dikembalikan.
"Yang pasti kita amankan terlebih dahulu. Jika ada warga yang mengetahui ada aset para tersangka yang diduga hasil korupsi, silakan laporkan," kata Soetarmi, Selasa, 26 Desember.
Kajati Sulsel, Leonard Eben Ezer Simanjuntak memperingatkan, agar semua saksi maupun pihak lainnya untuk tidak merintangi atau mengagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan.
Tim penyidik Kejati Sulsel tidak ragu menindak tegas para pelaku sesuai Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Saya imbau untuk tidak mempercayai oknum-oknum yang mengatasnamakan kejaksaan ataupun mencoba mengurus atau menawarkan penanganan tindak pidana korupsi ini," terangnya.
Sebelumnya, penyidik Kejati Sulsel menetapkan enam tersangka dalam dugaan mafia tanah pembangunan Bendungan Passelorang. Mereka terdiri dari satu ASN BPN Wajo, dua kepala desa, dan tiga anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat.
Yakni, Ketua Satgas B pada Kantor Pertanahan Wajo, Andi Akhyar Anwar (AA), Kepala Desa Pasellorang Andi Jusman, dan Kepala Desa Arajang Jumadi Kadere. Sedangkan untuk tiga anggota Satgas B dari perwakilan masyarakat adalah Ansar, Nundu, dan Nursiding.
Pada 2015, BBWS Pompengan Jeneberang melaksanakan pembangunan fisik Bendungan Passeloreng di Kecamatan Gilireng, Wajo. Lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan Bendungan Paselloreng, di antaranya terdapat lahan yang masih masuk dalam kawasan Hutan Produksi Tetap (HPT) Laparepa dan Lapantungo. Letaknya di Desa Passeloreng yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai kawasan HPT.
Setelah mengetahui adanya kawasan hutan yang dikeluarkan untuk kepentingan lahan genangan Bendungan Paselloreng, maka tersangka AA memerintahkan honorer BPN Wajo membuat Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) sebanyak 246 bidang tanah. Tindakan para tersangka merugikan negara sebesar Rp13,247 miliar, berdasarkan hasil perhitungan BPKP Sulsel. (edo/yuk)