Mengapa Salat Tak Boleh Ditunda?

  • Bagikan
Ilustrasi salat jemaah.

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Dalam ajaran Islam, menunaikan salat merupakan suatu kewajiban yang memiliki kedudukan sangat penting. 

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mendirikan salat lima kali sehari semalam sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepada-Nya.

Allah memberikan waktu sebagai amanah kepada hamba-Nya. Menunda salat berarti menunda ketaatan kepada-Nya. 

Allah berfirman, "Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya." (Q.S. Al-Ma'un: 4-5).

Rasulullah SAW dengan tegas menyampaikan perintah untuk segera menunaikan salat ketika waktu telah tiba. 

Rasulullah SAW bersabda, "Jika telah masuk waktu salat, maka hendaklah segera shalat." (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah SAW adalah contoh teladan utama dalam menunaikan ibadah. 

Kekasih Allah itu tidak pernah menunda salat walaupun dalam kondisi sulit. 

Kecepatan Rasulullah dalam menunaikan salat menjadi inspirasi bagi umat Islam.

Dai kondang kelahiran Ujung Pandang, Prof. Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah dalam ceramahnya menekankan agar ummat Muslim tidak pernah menunda-nunda waktu ibadah. 

"Ingat, kaidah dalam ibadah, kalau ibadah telah tiba waktunya, saatnya eksekusi," ujar KHB, akronim namanya dikutip dari unggahan akun Instagram @moslem_nearer (29/12/2023). 

KHB kemudian menyinggung kebiasaan ummat Islam belakangan ini yang terlalu mengedepankan komentar daripada eksekusi. 

"Bukan saatnya menilai, misal azan, kalau kemudian kita lihat Masjid, ah Masjid ini kotor, saya mau di Masjid sana saja," ucapnya. 

Menurut KHB, ketika azan berkumandang, maka bukan lagi saatnya untuk menilai, baik itu tempat beribadah dan seterusnya. 

"Bukan saatnya menilai, azan, salat. Di masjid manapun salat," KHB menuturkan. 

Bukan hanya ibadah salat, KHB juga mengingatkan untuk tidak melewatkan kesempatan bersedekah jika ada orang miskin yang meminta-minta. 

"Ada orang miskin lewat, minta-minta, bukan kita nilai, orang ini masih kuat, bohong atau tidak, bulan urusan kita itu," tukasnya. 

"Orang lagi minta, Tuhanmu suruh kasih, bukan menilai, eksekusi. Kasih orang. Ini pintu syaitan saja, membuat kita menilai, lalu kapan kita lakukan?," sambung dia. 

Kebiasaan buruk ummat Islam, kata KHB, terlalu sibuk berkomentar dan berdiskusi terkait sosok yang paling layak untuk diberikan sedekah atau infaq. 

"Siapa orang yang kita anggap paling layak, sementara berinfaq, boleh kita kepada orang kaya. Sekarang, saya kaya, adek saya (juga) kaya. Lalu saya kasih dia uang, boleh kan? Boleh. Infaq, tetap dapat pahala," tandasnya. 

Dijelaskan KHB, bersedekah tidak melulu terhadap orang yang tidak mampu atau miskin, tetapi juga bisa terhadap sesama dalam konteks pendapatan. 

"Tidak selamanya infaq itu kepada orang miskin, kita boleh memberikan makan orang lain, memberikan hadiah pakaian, walaupun dia orang kaya. Tidak ada masalah, Rasulullah SAW mampu, tapi dia menerima hadiah," kuncinya. (Muhsin/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan