FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Dalam Islam, sikap pelit dianggap sebagai sifat yang bertentangan dengan ajaran agama.
Rasulullah SAW menekankan pentingnya bersedekah dan berbagi rezeki dengan sesama.
Al-Qur'an pun menjelaskan bahwa kebakhilan dan kekikiran tidak akan mendatangkan kebaikan bagi seseorang.
Dengan demikian, seseorang yang pelit dapat menghalangi dirinya sendiri dari keberkahan hidup.
Kedudukan orang pelit dalam Islam dapat dipahami dari perspektif moral dan sosial.
Secara moral, Islam mengajarkan bahwa harta yang dimiliki sebenarnya adalah titipan dari Allah SWT, dan manusia diuji sejauh mana mereka bersedia berbagi dengan sesama.
Sikap pelit mencerminkan ketamakan dan keengganan untuk berbuat kebajikan, yang dapat membawa dampak negatif dalam hubungan sosial.
Dari segi sosial, orang pelit dapat merugikan masyarakat karena ketidakseimbangan distribusi kekayaan.
Islam mendorong pembangunan masyarakat yang adil dan berkeadilan, di mana kekayaan didistribusikan dengan adil untuk mengatasi kesenjangan sosial.
Sikap pelit dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut dan menciptakan ketidaksetaraan dalam masyarakat.
Dai kondang kelahiran Ujung Pandang, Prof. Dr. Khalid Zeed Abdullah Basalamah dalam ceramahnya mengatakan, Nabi Muhammad SAW menganggap pelit itu adalah penyakit jiwa.
Diceritakan KHB, akronim namanya, pernah di masa Nabi Muhammad SAW, ada satu suku salah satu suku Arab di Madinah, meninggal pimpinannya, lalu dipilihlah satu pimpinan suku yang baru.
"Orangnya tampan, gagah, wangi, jaga wibawanya," ujar KHB dikutip dari unggahan akun Instagram @benih.bijak (31/12/2023).