Jika relawannya tidak netral, kata Eddy, bisa saja laporan yang dibuat tidak sesuai dengan kenyataan atau direkayasa. “Sehingga menyudutkan salah satu Paslon atau peserta Pemilu lainnya.,” katanya.
Menurut Eddy, pengawasan dari masyarakat itu jauh lebih penting. Pasalnya, jumlah personel dari pihak penyelenggara Pemilu sangat terbatas jumlahnya. “Saya optimistis keberadaan platform ini dapat mendorong Pemilu berjalan dengan jujur dan adil,” ungkapnya.
Adapun potensi kecurangan dan pelanggaran Pemilu yang besar, Eddy menilai semua pasti berujung ke persoalan perolehan suara. “Nah, ini yang selalu menimbulkan permasalahan yaitu salah satunya konflik horizontal antar pendukung,”jelasnya.
Karenanya, lanjut dia, untuk meminimalisasi konflik, ia menyarankan masing-masing paslon ataupun pihak yang berkontestasi meminta pendukungnya agar tenang dan tidak anarkistis.“Semua Paslon harus mengimbau pemilih dengan cara yang positif. Tidak sebaliknya melakukan black campaign atau menjelek-jelekkan paslon lain. Nah, apapun hasilnya, siapa pun Paslon yang menang, itu harus diterima dengan legowo,” harapnya.
“Termasuk partai pengusungnya, ketua umumnya juga harus menyampaikan kepada masyarakat pendukungnya supaya jangan terlalu fanatik, jangan sampai terjadi kekerasan, dan nanti siapa pun yang menang harus legowo,” sambungnya.
Eddy pun mengingatkan kembali pada pengalaman Pemilu sebelumnya dimana pendukung Presiden Joko Widodo dan pendukung Prabowo Subianto yang terlalu fanatik.“Sampai ada yang pisah ranjang, berantem dengan sanak saudara, teman juga jadi musuh. Tapi ujung-ujungnya pak Prabowo jadi menterinya pak Jokowi, mereka bersatu kembali. Sementara masyarakat yang bertikai tidak kunjung baikan,” pungkasnya.