17 Ketua Parpol di Makassar Ikut Tarung di Pileg, Begini Hitung-hitungan Pengamat Politik

  • Bagikan
Grafis ketua parpol di Makassar
Grafis ketua parpol di Makassar

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Semua ketua partai politik (parpol) di Makassar maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) di pemilu 2024. Privilege membuat ketua parpol punya peluang lebih besar untuk terpilih.

Berdasarkan data yang dihimpun FAJAR, dari 17 parpol, 11 di antaranya bertarung memperebutkan kursi DPRD Kota Makassar dan lima di antaranya merupakan petahana, yaitu Ketua PDIP Makassar, Andi Suhada Sappaile; Ketua Gerindra Makassar, Eric Horas; Ketua Hanura Makassar, HM Yunus HJ; dan Ketua Demokrat Makassar, Adi Rasyid Ali.

Sementara enam ketua parpol lainnya, bertarung untuk DPRD Sulsel. Dua di antaranya petahana, yaitu Ketua PKB Makassar, Fauzi A Wawo dan Ketua Nasdem Makassar, Andi Rachmatika Dewi.

Analis politik Universitas Hasanuddin (Unhas), Andi Ali Armunanto mengatakan, ketua parpol yang maju caleg itu punya peluang lebih besar dibanding caleg lainnya. Ketua parpol banyak mendapat fasilitas dan bantuan dari anggota-anggotanya.

Berbeda dengan caleg-caleg lainnya yang memang lebih mengandalkan tim. "Sementara ketua parpol bisa menggunakan seluruh struktur partai. Jadi tentu kemampuan keterpilihan seorang ketua partai itu jauh lebih besar ketimbang caleg-caleg lainnya," ujar Ali.

Ketua parpol menguasai struktur partai dan dapat menjadikannya mesin untuk mendapatkan suara di masyarakat. Di sisi lain, ketua parpol juga banyak mendapat keuntungan dari caleg-caleg lainnya. Setidaknya akumulasi suara partai itu kemudian memberi sumbangsih juga atau dimanfaatkan ketua partai untuk memperoleh kursi. Sebagai contoh kecil, ketua partai dengan mudah mengatur nomor urut.

Wajar jika mayoritas ketua partai yang maju caleg itu nomor urut 1. Dengan begitu, mereka lebih mudah dikenali pemilih. "Tak hanya mudah mendapatkan nomor urut 1. Mereka juga punya privilege. Misalnya sama suaranya, mereka mendapat kursi terus ada caleg yang sama atau lebih sedikit perolehannya dia bisa menggunakan otoritas partai untuk menunjuk dirinya sebagai caleg," pungkas Ali.

Meskipun begitu, ketua parpol baru juga punya peluang. Menurut Ali, kapasitas dan jangkauan partai baru tentu berbeda. "Seperti partai Ummat, PSI itukan jangkauannya jelas berbeda dengan partai yang sudah maju," jelas dosen Ilmu politik Fisip Unhas itu.

Ketua DPC Demokrat Makassar, Adi Rasyid Ali (ARA) mengatakan, sangat optimis bisa duduk kembali di DPRD Makassar. Dia bahkan menargetkan dapat meraih minimal di dapil 4 (Manggala, Panakkukang).

ARA juga tak menampik persaingan di dapilnya cukup ketat. "Dapil 4 pertarungannya seru, tetap hampir semua dapillah. Semua punya karaktersitik sendiri," katanya.

Di dapil 4 kata dia, pemilih cerdas banyak. Terutama di Panakkukang, sehingga pola pendekatannya dinai juga berbeda. Jika pada pemilu 2019, Demokrat hanya mendapat suara 9 ribu lebih, maka pada 2024 ditargetkan 25 ribu.

"Karena 2019 itu saya tidak begitu serius. Sekarang ini seribu kali lipat dengan segala kekuatan. Sekarang kencang karena ada 8 pelari saya di Demokrat," pungkas petahana anggota legislatif DPRD Makassar ini.

Ketua DPC Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Makassar, Anwar Faruq sangat optimis dirinya dapat duduk kembali di DPRD Makassar. Tak hanya dirinya, ia juga optimis dapat meningkatkan perolehan jumlah kursi di 2024. "Kita optimis menambah kursi dengan menargetkan pimpinan. Sehingga kita mau 10 kursi minimal bisa diraih," ujar Anwar.

Perluas Basis

Pengamat Politik Unismuh Makassar, Andi Luhur Priyanto menuturkan ketua partai politik yang berstatus legislator petahana punya privilege yang berbeda. Terutama dalam membangun engagement (kedekatan) dengan pemilih.

Mereka punya fasilitas jabatan untuk menjangkau basis pemilih. Baik melalui mekanisme reses dan sosialisasi empat pilar atau Sosper yang difasilitasi negara. "Mereka bisa memperluas basis dukungan konstituennya melalui aksi soft-campaign, sepanjang masa jabatannya," kata Luhur, Minggu, 7 Januari.

Luhur menjelaskan bagi tokoh-tokoh partai politik baru, tergantung latar belakang sebelumnya. Kalau mereka punya investasi sosial politik yang besar, tentu peluang terpilihnya masih terbuka. Semua investasi itu bisa dikapitalisasi menjadi dukungan politik.

"Akan tetapi semua juga tergantung strategi, jaringan dan daya jangkau dalam merebut dukungan pemilih. Apalagi dalam sistem politik yang high-cost seperti sekarang, nama baik dan legacy saja tidaklah cukup untuk memenangkan persaingan," jelasnya. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan