Jabatan ASN Nonjob di Pemprov Sulsel Belum Dikembalikan, BKN Masih Kaji Dampak Pertek

  • Bagikan
Ilustrasi ASN

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI belum juga merampungkan peraturan teknis (pertek) terkait pengembalian jabatan 39 ASN nonjob.

Padahal, proses pengembalian jabatan sisa menunggu pertek itu. Jika pertek sudah ada, maka Pemprov Sulsel langsung meminta persetujuan dari Kemendagri.

Pelaksana tugas Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama BKN RI, Nanang Subandi mengatakan, surat permohonan penerbitan pertek untuk pengembalian jabatan oleh BKD Sulsel sudah masuk sejak 29 Desember 2023 lalu. Hanya saja, pertek masih dikaji.

Nanang mengungkapkan, pengkajian pertek tersebut mencegah adanya dampak yang ditimbulkan dari proses pengembalian jabatan tersebut.

"Sampai saat ini pertimbangan teknis masih dalam pembahasan. Hal ini diperlukan untuk memitigasi dampak yang akan ditimbulkan setelah pengembalian jabatan terhadap 39 ASN nonjob dimaksud," ujar Nanang, Minggu, 7 Januari.

BKN menyadari bahwa pertek ini harus disusun dengan sangat hati-hati sebelum diserahkan ke BKD sebagai bahan meminta rekomendasi Kemendagri. Namun, semuanya akan tetap dalam koridor hukum yang berlaku.

"BKN sangat hati-hati di dalam memutuskan, namun tetap sesuai regulasi yang berlaku," imbuh Nanang.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Sukarniaty Kondolele mengatakan, validasi dan verifikasi sudah dirampungkan oleh pihaknya. Pengembalian jabatan 39 ASN nonjob akan memberi efek kepada jabatan lainnya yang harus disesuaikan kembali.

Pertek nantinya akan menjadi bekal Pemprov dan sebagai pedoman Kemendagri untuk memberikan izin kepada Pj Gubernur Sulsel dalam hal pengembalian jabatan tersebut.

Rekomendasi dari Kemendagri nantinya memuat mekanisme seperti apa yang bisa dilakukan Pemprov Sulsel untuk pengembalian jabatan. Karena Gubernur adalah penjabat (Pj), maka kebijakan yang diambil harus atas izin Kemendagri.

"Itu (pertek) kita kirim ke Kemendagri jadi dasar mereka menindaklanjuti lagi. Untuk mengizinkan beliau (Pj Gubernur) untuk pelantikan kah, atau pengukuhan kah," ujar Ani, sapaannya, kemarin.

Pihaknya berharap pengembalian jabatan tersebut dapat segera dilaksanakan. Pekan ini menjadi krusial sebagai waktu pengembalian jabatan ASN nonjob mengingat BKD sudah menyelesaikan proses validasi.

"Kita targetnya cepat selesai. Teman-teman kemarin bilang, bagaimana kalau satu minggu? Kalau selesai satu minggu, Alhamdulillah," sebut dia.

Ani enggan memastikan bahwa hanya 39 jabatan yang bakal dikembalikan. Sebab, dampak dari pengembalian tersebut akan mengular ke jabatan lainnya yang sudah diisi oleh orang baru.

"Dianggap mungkin tidak semua pelanggaran. Tapi yang menjadi temuan yang dianggap pelanggaran itu yang harus ditindaklanjuti," tukasnya.

Pengamat Hukum Administrasi Negara UNM, Herman mengatakan, Pj Gubernur tidak dapat mengambil kebijakan strategis, utamanya yang dapat berdampak luas mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Juga terhadap anggaran pada APBD, maka harus dikonsultasikan kepada Kemendagri sebagai pejabat pusat yang menunjuk sang Pj Gubernur.

Dalam hal ini, Pj Gubernur Sulsel harus menunggu seperti apa mekanisme pengembalian jabatan yang direkomendasikan oleh Kemendagri. Oleh karenanya, setiap pihak baik Pemprov, BKN, bahkan ASN nonjob tidak boleh terkesan terburu-buru.

Sebagai contoh, apabila mutasi pemberhentian ASN, atau pengembalian jabatan, bila dampaknya pada anggaran di APBD, maka wajib secara hukum untuk tidak mengambil kebijakan atau keputusan secara sepihak tanpa konsultasi kepada pejabat pusat yang mengangkatnya.

"Hal ini berbeda dengan gubernur yang dipilih melalui Pilkada, dapat mengambil kebijakan atau keputusan secara mandiri berdasarkan kewenangan desentralisasi (dalam kerangka otonomi daerah). Kecuali kewenangan dekonsentrasi dan medebewind (tugas pembantuan), maka wajib dikonsultasikan oleh karena secara hierarkis Mendagri adalah atasan kepala daerah bersangkutan," ulasnya.

Pemberhentian dan pengembalian jabatan akan berdampak pada penganggaran APBD. Terutama pada triwulan pertama dan kedua pelaksanaan APBD, sehingga atas hal tersebut dengan persetujuan DPRD, maka harus disusun pada APBD Perubahan.

"Artinya, suatu kebijakan yang strategis berdampak luas terhadap sosial ekonomi kemasyarakatan dan penganggaran di APBD, tidak begitu saja dapat dilakukan dengan suatu kebijakan. Apalagi kedudukan hukum Pj Gubernur yang ditunjuk dan diangkat oleh pejabat pusat, berbeda dengan gubernur yang dipilih berdasarkan pemilihan kepala daerah," pungkasnya.(*/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan