"Yang paling menarik dari Ganjar adalah komitmen pengembangan laut dan penakanan alutsista produk dalam negeri. Kalau beli dari luar (negeri), begitu kita diembargo langsung nol nilainya (detterence). Selain itu uang kita juga tidak akan lari ke negara lain," lanjutnya.
Misalnya pembelian dua kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) dari Korea Selatan disertai klausul Transfer of Technology (ToT) sehingga PT PAL mampu memproduksi secara mandiri. Itu, kata dia, tidak hanya memenuhi kebutuhan dalam negeri, Angkatan Laut Filipina sudah membeli kapal itu dua unit.
Di samping itu, konserp Ganjar soal pengadaan alutsista yang bersifat bottom up, juga sangat bagus. Sebelum pengadaan alutsista harus diketahui ancaman apa yang akan dihadapi, dengan mendengar masukan dari tiga matra TNI.
"Kita harus menilai, kira-kira ancaman apa yang akan kita hadapi untuk menjadi dasar dalam menyusun sistem pertahanan negara. Kemudian disusun strategi, baru diterbitkan policy," jelas prajurit kelahiran Tobelo, Maluku Utara itu.
Selanjutnya, panglima TNI beserta tiga kepala staf angkatan menyusun rencana kampanye, rencana kontijensi dan rencana operasi dan terakhir rencana kebutuhan. Kemudian dihitung alutsista yang dibutuhkan sesuai dengan rencana strategis (renstra).
“Renstra itu tidak bisa panjang, hanya lima tahun sekali. Kecuali soal ketersediaan anggaran. Renstra 2014-2019 sudah bagus, kita sudah bisa produksi satu kapal selam di PT PAL. Tapi begitu masuk 2019-2024 semuanya hilang, tidak diteruskan," ujarnya.