FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Rencana pemerintah untuk mengimpor beras dinilai aneh. Sebab, cadangan beras saat ini mencukup hingga 1,4 juta ton.
Padahal, target cadangan beras pemerintah (CBP) menargetkan impor beras sebanyak tiga juta ton tahun ini. Tahun lalu, target CBP hanya 1,2 juta ton.
Alasannya, impor dilakukan lantaran musim tanam mundur hingga sebulan akibat el-nino.
Namun anehnya, meski pemerintah mengimpor jutaan ton beras, harga tetap mahal. Saat ini masih di kisaran Rp13 ribu hingga Rp15 ribu perkilogram. Hal itu membuat masyarakat kesulitan memenuhi kebutuhan pangannya.
Untuk Sulsel, rencana impor beras sebanyak tiga juta ton ini belum ada informasi pasti. Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar, Muhammad Imron Rosidi. "Untuk Sulsel belum tahu," katanya kepada FAJAR, kemarin.
Sebelumnya Sulsel diguyur beras impor sebanyak 70.000 ton. Hal ini dikarenakan permintaan beras dari luar Sulsel sangat banyak.
Imron menjelaskan bahwa impor beras tersebut untuk mengantisipasi ketersediaan pangan dan pengendalian inflasi. "22.000 ton sudah datang akhir Desember 2023 lalu," tambah Imron.
Kebijakan Impor Bukan Solusi
Anallis Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar Abadul Muttalib, menuturkan keputusan impor beras memiliki dimensi politis. Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa impor beras sebanyak tiga juta ton sudah direncanakan dan diputuskan sejak Februari 2023.
"Beberapa pihak menyayangkan keputusan tersebut, menganggapnya sebagai keputusan politis," tuturnya.
Kata dia, stok beras pada Desember kemarin masih mencukupi. Sebab, kebutuhan di awal 2024 masih dapat dipenuhi dari sisa impor tahun sebelumnya.
"Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa keputusan impor diambil jika stok sudah mencukupi," ucapnya.
Kata dia, keputusan ini mungkin memiliki tujuan politis, seperti menjaga harga beras agar terkendali di tahun politik atau sebagai bagian dari pemasifan bantuan sosial.
"Jadi ini dianggap bahwa keputusan impor beras tidak sesuai dengan kebutuhan data, menunjukkan pandangan kritis dari pihak eksternal," katanya.
Kata dia, dengan mempertimbangkan elemen-elemen ini, dapat dikatakan bahwa keputusan impor beras memiliki dimensi politis yang patut diperhatikan.
"Tetapi, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam, perlu melibatkan data lebih lanjut dan analisis yang lebih rinci terhadap kebijakan pangan dan keadaan ekonomi secara keseluruhan," paparnya.
Sementara Pakar Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) Haris Bahrun menjelaskan bahwa memang saat ini ada perlambatan jadwal tanam. Mundur dua sampai tiga pekan.
"Tadi saya di pesawat, saya lihat di Kabupaten Gowa itu baru pengolahan tanah, ini sudah mundur karena dampak el nino," katanya.
Menurut Haris, pemerintah yang ingin mengimpor beras tiga juta ton itu belum masuk bisa saja itu berubah. Bahkan pemerintah saat ini mempercepat pembagian benih dan pupuk untuk petani.
"Pupuk akan dijamin oleh pemerintah. Nah, jadi memang 3 juta itu baru di atas kertas belum terealisasi tapi kemungkinan itu akan turun tidak sampai segitu kalau misalnya musim tanam Maret dan Oktober ini bagus," ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan, impor beras digencarkan demi menjaga keseimbangan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Menurutnya, langkah impor diambil untuk antisipasi stok bulanan. "Jadi kita perlu siapkan beberapa bulan ke depan,” kata Arief dalam keterangannya.
Dalam keterangannya, Arief mengemukakan stok beras di Bulog saat ini masih aman, tercatat sebesar 1,3 juta ton. Selain itu, dengan mengimpor beras yang juga digunakan untuk bantuan pangan beras untuk menekan inflasi yang terus meningkat. (ams-sae/dir-ham)