FAJAR.CO.ID, SURABAYA -- Pembayaran dengan sistem QRIS pada seluruh titik parkir tepi jalan umum (TJU) di Kota Surabaya mendapat penolakan dari Payuyuban Juru Parkir Surabaya (PJS).
Merespons hal itu, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyayangkan penolakan dari PJS di Jalan Tunjungan terhadap pembayaran QRIS. Padahal kata dia, tujuan penerapan pembayaran itu adalah untuk menaikkan pendapatan jukir, secara jelas, dan transparan.
“Paguyuban beralasan merasa kurang dengan bagi hasil parkir 60 dan 40 persen. Dari pendapatan 40 persen itu, 35 persen untuk jukir, dan lima persennya untuk Kepala Pelataran,” ujar Eri, dilansir dari jpnn, Kamis (11/1).
Eri mengeklaim dengan model parkir non-tunai, pendapatan jukir tidak perlu lagi dipotong oleh pihak lain, termasuk menepis dugaan pemotongan dari oknum dishub. “Ke depan tiap pendapatan jukir akan langsung masuk ke dalam rekening masing-masing,” tuturnya.
Nantinya, lanjut Eri, Pemkot Surabaya akan mengajak para anggota PJS untuk bermusyawarah dan berdiskusi, perihal persoalan tersebut.
Mantan Kepala Bappeko Surabaya itu menyebut tidak ada kelompok tertentu yang menyatakan memiliki lahan parkir di TJU. Lahan itu adalah milik pemerintah yang telah diatur dalam Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah.
Selain untuk mensejahterakan jukir, kebijakan itu sekaligus mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi parkir.
"Sekarang paguyuban, pertanyaan saya ada kepentingan apa menolak karena sudah jelas ini buat menyejahterakan juru parkirnya," katanya.